Kamis, 04 Mei 2017

Ijtihad Dan Mujtahid

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Semakin berkembangnya sosial masyarakat akan menimbulkan permasalahan baru yang semakin kompleks. Permasalan-permasalahan itu perlu adanya pengkajian guna penetapan hukum yang sesuai dengan ajaran yang disyariatkan agama.
Penetapan hukum itu tidaklah segampang membalik telapak tangan melainkan membutuhkan pemikiran-pemikiran yang harus berdasar pada hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh Al-Qur’an dan Hadits. Maka untuk itu ijtihad menjadi sangat penting.
Bukan hanya tahu hukum al Qur’an dan hadist saja, seorang yang akan berijtihad harus mempunyai pengetahuan yang mumpuni dalam ijtihadnya.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa Pengertian Ijtihad dan Mujtahid?
2.Apa dasar hukum Ijtihad ?
3.Apa saja macam-macam Ijtihad ?
4.Apa saja syarat-syarat Mujtahid ?
5.Apa saja metode-metode yang digunakan dalam Ijtihad ?
6.Bagaimana tingkatan seorang mujtahid ?
C.Tujuan Pembahasan
1.Mengetahui pengertian Ijtihad dan Mujtahid
2.Mengetahui apa saja dasar hukum Ijtihad
3.Mengetahui apa saja macam-macam Ijtihad
4.Mengetahui apa saja syarat-syarat Mujtahid
5.Mengetahui apa saja metode-metode yang digunakan dalam Ijtihad
6.Mengetahui bagaimana tingkatan seorang mujtahid

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ijtihad dan Mujtahid
Ijtihad adalah bahasa arab berbentuk "mashdar" yang berasal dari kata “Ijtahada”, artinya bersungguh-sungguh, berusaha keras atau mengerjakan sesuatu dengan susah payah. Dengan kata lain,ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’.
Sedang menurut istilah, para ahli ushul berbeda-beda dalam memberikan definisi, diantaranya adalah:

 Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat operasional (pengamalan) dengan cara mengambil kesimpulan hukum (istinbath).
Dari definisi diatas mengindikasikan bahwa ijtihad adalah hasil dari pemikiran manusia (mujtahid) yang pencarian hukumnya didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist. Namun perlu dimengerti pula bahwa ijtihad tidak selamanya benar karena Rasulullah pun melakukan ijtihad dan jika ijtihad beliau salah, segera mendapat teguran dari Allah SWT melalui turunnya wahyu.
Secara umum hukum melakukan ijtihad adalah wajib , artinya seorang mujtahid wajib melakukan ijtihad untuk menggali, menemukan dan merumuskan hukum syar’I dalam hal hal yang tidak dijelaskan secara jelas dan pasti, baik di dalam Al Quran maupun sunnah.


Hal ini di dasarkan pada firman Allah dalam surat Al Hasyr ayat 2 :

“maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang orang yang mempunyai pandangan”
Dan juga Surat An Nisa ayat 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Dari dalil diatas telah tersirat bahwa manusia diperbolehkan menentukan hukum tentang suatu hal apabila terjadi pertentangan dengan cara mengambil penjelasan penjelasan yang ada dalam Al qur’an dan hadist Rosul.
B. Dasar Hukum Ijtihad
Adapun yang menjadi dasar ijtihad adalah al-qur’an dan hadits.Diantara ayat al-qur’an yang menjadi dasar sebagai ijtihad adalah sebagai berikut:



Artinya: “dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram”

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari masjidil haram,apabila akan shalat,dapat mencari dan menentukan arah itu melalui ijtihad dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada.
Adapun keterangan dari sunnah,yang menjadi dasar berijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :
”apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala”
Dan hadis Mu’adz ibnu Jabal ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Yaman untuk menjadi hakim di Yaman:
Rasulullah bertanya:”dengan apa kamu menghukumi?” Ia menjawab,”dengan apa yang ada dalam kitab Allah”. Bertanya Rasulullah, ”jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab allah?” Dia menjawab “aku memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah”. Rasulullah bertanya lagi, ”jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?” Berkata Mu’adz, ”aku berijtihad dengan pendapatku”. Rasulullah bersabda, ”aku bersyukur kepada allah yang telah menyepakati utusan dari Rasulnya”
Dari dialog antara Mu’adz ibnu Jabal dengan Nabi Muhammad SAW, dapat diambil kesimpulan bahwa selama masih ada nash-nash yang mengatur sesuatu itu dalam al-qur’an,maka dapat menggunakan al-qur’an,  apabila tidak ada dalam al-qur’an menggunakan hadits nabi, dan bilamana dari hadis Rasulullah SAW tidak terdapat aturannya atau apabila tidak ada nash (dalil) tertulis,barulah diperlukan ijtihad.

C.Macam-Macam Ijtihad
Di dalam literature Ushul Fiqh, ditemukan banyak sekali pembahasan tentang pembagian Ijtihad, yang dapat diedakan menjadi :
1.Ijtihad Mutlak, yaitu ijtihad yang meliputi seluruh masalah hukum, tidak memilah-milahnya dalam bentuk bagian-bagian masalah hukum tertentu. Atau biasa di sebut dengan ijtihad paripurna. Ulama yang mempunyai kemampuan dalam hal ini disebut mujtahid mutlaq.
2.Ijtihad Juz-I, yaitu ijtihad seperti ini adalah hanya meliputi sebagian masalah hukum tertentu. Seorang mujtahid yang melakukan ijtihad semacam ini disebut mujtahid juz-i.
3.Ijtihad yang berusaha menggali dan menemukan hokum dari dalil-dalil yang telah ditentukan.
4.Ijtihad yang bukan untuk menggali dan menemukan hokum, tetapi menerapkan hukum hasil penemuan mujtahid terdahulu pada masalah hokum yang muncul kemudian.
5.Ijtihad yang dipandang sebagai penemuan atau ijtihad yang dilakukan oleh orang yang .memiliki kemampuan berijtihad sesuai dengan syarat yang ditentukan
6.Ijtihad yang dipandang sebagai bukan penemuan atau ijtihad yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan berijtihad sesuai dengan syarat yang ditentukan.
7.Ijtihad yang hanya dilakukan satu orang saja.
8.Ijtihad yang dilakukan oleh sejumlah orang secara kolektif.

D.Syarat-Syarat Mujtahid
1.Syarat yang berhubungan dengan aspek kepribadiannya, yang terdiri dari :
a.Seseorang yang telah baligh dan berakal
b.Seseorang yang memiliki keimanan kuat, baik kepada Allah dan Rasulnya dan bersikap adil.
2.Syarat yang berhubungan dengan kemampuannya, yang terdiri dari:
a.Memiliki pengetahuan tentang ilmu untuk memahami bahasa Arab.
b.Memiliki pengetahuan tentang al-Quran.
c.Memiliki pengetahuan tentang Hadits.
d.Memiliki pengetahuan tentang ijma’ sahabat dan ulama.
e.Memiliki pengetahuan tentang qiyas dan metode ijtihad lainnya.
f.Memiliki pengetahuan tentang maksud syar’I dalam menetapkan hukum.
g.Memiliki pengetahuan tentang Ilmu Ushul Fiqh.
h.Memiliki pengetahuan tentang ilmu yang lainnya dalam masalah hokum yang dihadapinya.

E.Metode-Metode Ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad. Di antara metode atau cara berijtihad yaitu:
1.Ijma’ adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa.
2.Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam al-qur’an dan hadits dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam al-qur’an dan hadits karena persamaan ‘illat (penyebab atau alasan)nya.
3.Maslahah mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik dalam al-qur’an maupun hadits,berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
4.Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.Istihsan merupakan metode yang unik dalam mempergunakan akal pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriyah demi kepentingan masyarakat dan keadilan.
5.Istishab adalah penetapan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya,sampai ada dalil yang mengubahnya,atau dengan kata lain istishab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.
6.‘urf adalah metode Ijtihad yang dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita.

F.Tingkatan Mujtahid
Kesungguhan dan kesanggupan seseorang untuk melakukan penggalian, penemuan, dan penetapan hokum syar’I sangat berbda-beda, maka tingkatan status mujtahid bagi setiap orang juga berbeda-beda. Maka dari itu tingkatan mujtahid adalah sebagai berikut :
1.Mujtahid yang secara mandiri telah menggali, menemukan, dan menetapkan hukum secara langsung berdasarkan sumbernya yang telah memenuhi persyaratan.
2.Mujtahid Muntasib yaitu yang aktifitas ijtihadnya terkait dengan mujtahid lainnya, di dalam melakukan ijtihad ia memilih dan mengikuti metode mujtahid terdahulu. Dalam penetapan hokum biasanya sama dengan mujtahid terdahulu.
3.Mujtahid Madzhab yaitu mujtahid yang mengikuti imam madzhabnya dlam melakukan ijtihad maupun dalam ilmu ushul fiqh nya.
4.Mujtahid Murajjih yaitu mujtahid yang tidak melakukan istinbath terhadap hukum-hukumj furu’ yang belum sempat ditetapkan oleh ulama terdahulu dan belum diketahui hukum-hukumnya. Yang mereka lakukan hanyalah mentarjih (menggunggulkan) di antara pendapat-pendapat yang diriwayatkan dari imamn dengan alat tarjih yang telah dirumuskan oleh mujtahid pada tingkatan di atasnya.
5.Mujtahid Muwazin yaitu mujtahid yang tidak memiliki kemampuan untuk mentarjihkan pendapat para imam madzhab dan hanya membanding-bandingkan pendapat dalam madzhab tertentu kemudian berdalil apa yang lebih tepat untuk diamalkan.
6.Hafidz yaitu orang yang tidk nelakukan ijtihad tetapi memiliki kemampuan untuk menghafal hokum yang ditetapkan oleh imam mujtahid tedahulu serta periwayatannya.
7.Mukholid yaitu orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad dan tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkan pendapat para imam madzhab dan dalil-dalilnya tetapi hanya mengikuti oendapaat para imam madzhab secara langsung.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan.Bahwa ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.Dasar yang dijadikan ijtihad bersumber dari al-qur’an dan hadis sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Adapun yang menjadi dasar ijtihad adalah al-qur’an dan hadits.
Ijtihad dibagi menjadi delapan macam diantaranya ijthad mutlaq dan juz-i
Syarat menjdi Mujtahid itu ada syarat yang berhubungan dengan aspek kepribadiannya da nada asapek yang berhubungan dengan aspek kemampuannya
Metode-metode ijtihad antara lain ijma, qiya, maslahah mursalah, istihsan, istishab, dan urf
Tingkatan Mujtahid itu ada 7 yaitu Mujtahid, Mujtahid Mutasib, Mujtahid Madzhab, Mujtahid Murajjih, Mujtahid Muwazzin, Hafidz, dan Mukholid

0 komentar

Posting Komentar