Senin, 06 Maret 2017

ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dalam aktivitas ekonomi

BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Ekonomi merupakan Ilmu yang mempelajari tentang keadaan sosialmasyarakat dalam mencapai kebutuhan hidup. Kegiatan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusisa untuk mempertshsnksn hidupnya harus menempuh bergai macam kegiatan ekonomi. Didalam Islam kegiatan ekonomi harus sesuai dengan aturan-aturan Islam yang telah diberikan, agar tidak lepas dai ibadah yang benar.
Mengenai tentang ibadah, maka tidak terlepas dari keimanan. Dimana ibadah itu menjadi pegangan yang kuat bagi hidup manusia. Dalam kegiatan islam harus tetap sesuai dengan ketetapan Islam. Agar kita mendapat ridho Illahi dan mendapat rezeki yang berkah. Hal ini karena ekonomi dalam pandangan Islam merupakan sarana dan fasilitas yang dapat membantu pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dalam aktivitas ekonomi bagian dari aqidah dan penafsirannya?
2. Bagaimana munasabah dari ayat-ayat tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dalam aktivitas ekonomi bagian dari aqidah dan penafsirannya
2. Untuk mengetahui munasabah dari ayat tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dalam Aktivitas Ekonomi Bagian Dari Aqidah Dan Penafsirannya
1. Qs. Al- Baqarah : 155

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artinya:
“Dan Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
a. Tafsir
Allah akan menguji kaum muslimin dengan berbagai ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (bahan makanan). Dengan ujian ini, kaum muslimin menjadi umat yang kuat mentalnya, kukuh keyakinannya, tabah jiwanya, dan tahan menghdapi ujian dan cobaan. Mereka akan mendapat perdikat sabar, dan merekalah orang-orang yang mendapat kabar gembira dari Allah.
Qs. Al- Baqarah : 177

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

a. Kosakata : al-Birr (al-Baqarah: 177)
Al-Birr berbuat kebaikan sebesar-besarnya, berasal dari kata al-barr yaitu “daratan yang luas”. Biasanya dinisbahkan kepada Allah (at-Tur: 28) yang berati pahala, jika di nisbahkan kepada hamba berati ketaatan. Kata Al-Birr biasaya dikaitkan dengan perbuatan, seperti pada surah al- Baqarah : 189. Kata al-birr mencakup bukan hanya perbuatan tetapi juga i’tikad, kewajiban dan nawafil.ketika Rasulullah ditanya tentang al- Birr, maka beliau membacakan ayat ini. Didalam Al-Qur’an kata al-birr tidak ada yang digandengkan dengan al-walidain yang ada dengan biwalidaih dan biwalidati (Qs. Maryam: 14 dan 32). Dalam ayat ini al- birr disebutkan untuk membantah perkataan orang-orang Ahli Kitab yang menganggap orang Islam mendapat al- Birr (kebaikan) selama mereka sholat menghadap kiblat ke Baitulmakdis. Ketika kiblat mereka beralih ke Ka’bah Baitullah al- Haram di Mekah, mereka mengejek orang mukmin dengan mengatakan bahwa muslimin telah kehilangan al-Birr, menafikan al-Birr, dan menghadap arah kiblat hanyalah sarana jangan sampai orang-orang menyibukkan diri dan memfokuskan perhatian hanya pada hal tersebut. Oleh sebab itu Allah menggugurkan kewajiban menghadap kiblat bagi yang lupa dan sholat sunnat ketika berada diatas kendaraan, Allah ingin mengingatkan faktor yang lebih penting al-Birr yaitu iman dan taqwa yang menjadi tujuan syariat.

b. Sabab Nuzul
Menurut riwayat ar-Rabi’ dan Qatadah, sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang Yahudi beribadah menghadap ke barat, sedang orang Nasrani menghadap ke timur. Masing-masing golongan mengatakan bahwa golongannya yang benar, oleh karena itu golongannya yag berbakti dan berbuat kebajikan, sedangkan golongan lain salah dan tidak dianggap berbakti atau berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah pendapat dan persangjaan mereka.
Memang ada pula riwayat lain mengenai sebab turunya ayat ini yang tidak sama dengan yang disebutkandiatas, tetapi bila kita perhatikan urutan ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175, 176, maka yang paling sesiau ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahuni dan Nasrai), karena pembicaraan masih berkisar disekitar mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar.
c. Tafsir
Ayat ini bukan ditunjukkan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan, termasuk Islam. Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebajikan bukanlah sekedar meghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke barat, tetapi kebajikan yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam dilubuk hati yang dapat menentramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhir sebagai tujuan terakhir dari krhidupan dunia yang serba kurang. Beriman kepada malaikat yang diantara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para Nabi dan Rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil, maupun Al- Qur’an dan lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau percaya kepada sebagian ayat-ayat yang merek sukai, tetapi tidak percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada semua Nabi tanpa membedakan antara seorang Nabi dengan Nabi yang lain.

Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang nyata, sebagaiberikut:
1) a. Memberikan harta yang di cintai kepda karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota keluarga yang mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada keluarga yang lebih dekat.
b. Memberi bantuan harta kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang tidak berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk menyambung hidup dan meneruskan pendidikannya, sehingga mereka bisa hidup tentram sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakatnya.
c. Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan, sehingga mereka tidak terlantar dalam perjalanan dan terhindar dari berbagai kesulitan.
d. Memberikan harta kepada orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk memenuhi kebutuhannya.
e. Memberikan harta untuk menghapus perbudakan, sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dirinya yang sudah hilang.

2) Mendirikan salat, artinya melaksanakan pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

3) Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah at-Taubah ayat 60. Didalam Al-Qur’an apabila disebutkan perintah: “mendirikan salat”, selalu pula diiringi dengan perintah: “menunaikan zakat”, karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat dalam melaksanakan ibadah dan kebaikan. Sebab salat pembersih jiwa sedang zakat pembersih harta.

4) Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji yang telah dijanjikan wajib ditepati,baik janji kepada Allah seperti sumpah dan nazar dan sebagainya, maupun janji kepada manusia, terkecuali janji yang ertentangan dengan hukum Allah (syariat Islam) seperti janji berbuat maksiat, maka tidak boleh (haram) dilakukan.

5) Sabar dalam arti tabah, menahan diri dan berjung dalam mengatasi kesulitan hidup seperti krisis ekonomi, penderitaan seperti penyakit atau cobaan, dan dalam peperangan, yaitu ketika perang sedang berkecamuk.

Mereka itulah orang-orang yang benar dalam art sesuai dengan sikap, ucapan, dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

d. Kesimpulan

1. Kebajikan bukanlah menghadap ke timur atau barat, kebajikan adalah iman yang benar kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab Allah dan para Nabi.
2. Kebajikan seseorang dibutikan dengan kesediaannya memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang yang memerlukan, terutama kepadakrabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang sedang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, serta taat menjalankan ibadah.
3. Kebajikan seseorang juga ditandai dengan tepat memenuhi janji, serta senantiasa bersikap sabar dalam segala keadaan.

2. Qs. Adz - Dzariyat :56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
a. Tafsir
Dalam ayat ini menegaskan bahwa Allah tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan agar menyembah-Nya. Dalam firman Allah yang artinya: “padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah 9:31)
Pendapat terebut sama dengan pendapat az-Zajjaj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa maksud ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri. Maka setiap mahkluk, baik jin maupun manusia wajib tunduk kepada peraturan Tuhan, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya. Menerima apa yang Dia takdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rejeki sesuai dengan apa yang telah Dia tentukan. Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat  atau mendatangkan mudarat karena kesemuanya adalah dengan kehendak Allah.
b. Kesimpulan
Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk tunduk kepada-Nya (wajib mengikuti peraturan Allah) dan beribadah kepada-Nya. Sehingga dengan menerima takdirnya maka mereka akan menerima semua yang menjadi miliknya kelak sesuai dengan ketentuan-Nya.

3. Qs. Ali Imran : 92
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

a. Kosakata: al- Birr (lihat al- Baqarah: 177)
b. Tafsir
Seseorang tidak akan mencapai tingkat kebajikan di sisi Allah, sebelum ia dengan iklas menafkahkan harta yang dicintainya di jalan Allah. Yang dimaksud dengan harta yang dicintai adalah harta yang kita cintai.
Dengan firman Allah yang artinya: “wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik... (al-Baqarah 2:267)
Setelah ayat ini diturunkan, para sahabat Nabi berlomba-lomba berbuat kebaikan. Di antaranya, Abu Talhah al-Ansari, seorang hartawan di kalangan Ansar datang kepada Nabi SAW memberikan sebidang kebun kurma yang sangat dicintainya untuk dinafkahkan di jalan Allah.
Pemberian itu diterima oleh Nabi dengan baik dan memuji keikhlasannya. Rasulullah menasehatkan agar harta itu dinafkahkan kepada karib kerabatnya, maka Talhah membagi-bagikan kebada karib kerabatnya. Dengan demikian ia mendapat pahala sedekah dan pahala mempererat hubungan silaturahmi dengan keluarganya. Setelah itu datang pula Umar bin al-Khattab menyerahkan sebidang kebunnya yang ada di Khaibar, Nabi SAW menyuruh pula agar kebun itu tetap dipelihara, hanya hasil dari kebun itu merupakan wakaf dari Umar.
c. Kesimpulan
1. Orang yang benar-benar beriman, tidak akan bersifat bakhil dan selalu bersedia dengan iklas menginfakkan harta yang dicintainya di jalan Allah.
2. Seseorang belum dapat disebut sebagai orang dermawan dan saleh selama ia belum mau menginfakkan sebagian dari harta yang ia sukai.

4. Qs. Hud : 6

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

a. Kosakata: Dabbah دَابَّةٍ (Hud: 6)
Kata dabba yaitu bergerak dan lincah diatas tanah, yang diterjemahkan menjadi ‘melata’. Yang dimaksud denggah dabbah khusuhnya adalah hewan dan serangga (insect), tetapi kemudian biasa digunakan untuk semua yang hidup diatas tanah, termasuk burung, karena burung pun tidak akan selamanya diudara, tetapi hinggap pada suatu saat di atas tanah atau diatas semua yang berpijak di atas tanah. Dan bisa digunakan untuk manusia.
b. Tafsir
Binatang-binatang yang melata, yang hidup dibumi yang meliputi binatang yang merayap, merangkak, atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya, semua dijamin rezekinya oleh Allah. Binatang-binatang itu diberi naluri dan keampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan fitrah kejadiannya, semua diatur oleh Allah dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada keserasian. Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada binatang yang berkembangbiak terlalu cepat sehingga mengancam kelangsungan hidup binatang-binatang yang lainnya, atau ada yang mati terlalu banyak, sehingga menganggu keseimbangan lingkungan. Jika ada binatang yang memangsa binatang lainnya, hal itu adalah dalam rangka keseimbangan alam, sehingga kehidupan yang harmonis selalu dapat dipertahankan.
Allah mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dengan tempat persembunyiannya, bahkan ketika berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu, Allah senantiasa menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya di Lauh Mahfuz, yang berisi semua perencanaan dan pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.
c. Kesimpulan
1. Semua makhluk yang berada di bumi di jamin rezekinya oleh Allah SWT. Pemberian rezeki ditentukan sejak berada dalam rahim Ibu, namun demikian manusia tetap harus berikhtiar mencari rezekinya.
2. Semua manusia diperintahkan untuk memanfaatkan alam semesta yang berada di sekitanya, untuk kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
3. Penciptaan langit, bumi dan seluruh isinya menjadi ujian bagi para hamba-Nya, apakah mereka memanfaatkannya sesuai dengan bimbingan Allah, ataukah mereka gunakan sebagai pemuas nafsu belaka.

5. Qs. Al - An’am : 151

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya:
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”

a. Kosakata: Imlaq  إِمْلَاقٍ (al- An’am)
Akar kata yang terdiri dari ((م- ل- ق menunjukkan arti terlepas, lunak atau lembut. Seseorang yang menginfakkan harta yang ada padanya disebut Amlaqa. Lalu kata ini digunakan untuk kefakiran karena dia terlepas dari harta bendanya (Ibnu Faris, mu’jam Alfaz al-Qur’an)
b. Tafsir
Dalam permulaan ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada kaum musyrikin yang menetapkan hukum menurut kehendak hawa nafsunya bahwa ia akan membacakan wahyu yang akan diturunkan Allah kepada-Nya. Wahyu itu memuat beberapa ketentuan tentang hal yang diharamkan. Ketentuan-ketentuan itulah yang datang adari Allah dan harus ditaatinya , karena Dia sendirilah yang berhak menentukan ketentuan hukum dengan perantara wahyu yang disampaikan oleh malaikat kepada Rasul-Nya, yang memang diutus untuk menyampaikan ketentuan-ketentuan hukum kepada umat manusia.
Dalam firman Allah yang artinya “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik. (Luqman 31:15)
c. Kesimpulan
1. Dilarang mempersekutukan Allah.
2. Al-quran adalah petunjuk kejalan yang benar untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

6. Qs. Al - Isra’ : 31

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

a. Kosakata: kata تَقْتُلُوا artinya membunuh, ditafsirkan sebagi larangan. Allah menciptakan makhluknya dengan segala ketentuan. Hidup, mati serta rezeki sudah ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu kita dilarang membunuh karena takut miskin.
b. Tafsir
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa membunuh anak-anak itu adalah dosa besar. Karena hal itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan anak itu hidup berartimemutus keturunan, yang berarti pula menumpas kehidupan manusia itu sendiri dari muka bumi.
Jangan seperti sebagian orang Arab Jahiliyah mengubur hidup anak-anak perempuannya, karena takut jatuh miskin. Dan memelihara baik-baik anak lelaki dengan harapan bahwa anak laki-laki akan membantu memerangi musuh.
Disamping itu, dapat dikatakan bahwa tindakan membunuh anak karena takut kelaparan adalah termasuk berburuk sangka kepada Allah. Bila tindakan itu dilakukan karena takut malu, maka tindakan itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, karena mengarah pada upaya menghancurkan kesinambungan eksistensi  umat manusia di dunia.
c. Kesimpulan
1. Allah melarang membunuh anak perempuan, seperti kebiasaan kaum musyrik Quraisy, dengan alasan takut miskin dan terhina.
2. Allah menjamin rezeki setiap makhluk yang ada di dunia ini. Dia pula yang berkuasa untuk melapangkan atau membatasinya.
B. MUNASABAH AYAT
1. Qs. Al-Baqarah: 155 dan 177
Dalam surat al-Baqarah ayat 151 ini adalah memberikan ujian kepada manuisa agar bersabar. Bersabar dalam menghadapi kegagalan usaha, kekurangan bahan makanan dan lain-lain. Seharusnya kita tidak berputus asa dalam menghadapi kegagalan.
Ayat ini menegaskan bahwa yang pokok bukanlah menghadap muka ke kiblat, dan menghadapkan muka itu bukanlah sjuatu kebajikan yang dimaksud dalam agama. Sebab kiblat itu hanyalah merupakan suatu tanda dan merupakan syiar untuk kesatuan umat guna mencapai maksud yang satu yaitu mengabdian diri kepada Allah. Dengan demikian, dapatlah umat membiasakan diri menjaga persatuan dalam segala urusan dan perjuangan.
2. Qs. Adz-Dzariyat: 56
Dalam ayat yang lalu Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, mereka saling berselisih, terpecah belah, serta tidak sependapat antara satu dengan yang lainnya, ketika mereka berkata bahwa pencipta langit dan bumi adalah Allah SWT, akan tetapi nyatanya mereka menyembah patung dan berhala. Sebagian lagi dari mereka berkata bahwa Muhammad SAW itu seorang tukang sihir. Pada ayat berikut ini Allah SWT  mengungkapkan bahwa perbuatan orang kafir Mekah itu bukanlah suatu yang baru. Umat-umat sebelum mereka juga telah mendustakan nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Maka sepantasnyalah mereka itu mendapat azab Tuhan seperti kaum Nuh, kaum Syuaib dan kaum Saleh. Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.
3. Qs. Ali Imran: 92
Ayat-ayat sebelumnya menerangkan perbuatan Ahli Kitab yang mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan. Mereka mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah sebagaimana tercantum dalam kitab suci mereka, tetapi mereka tidak mengakuinya karena dia bukan dari kalangan Yahudi, walaupun sama-sama dari keturunan Nabi Ibrahim. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa di samping kekafiran itu, mereka mempunyai sifat buruk, yaitu sifat bakhil. Mereka enggan memberikan hartanya untuk kebaikan. Orang yang beriman tentu rela mengeluarkan hartanya untuk suatu kebaikan.
4. Qs. Hud: 6
Ayat-ayat sebelumnya menerangkan kekeuasaan Allah yang meliputi segala sesuatu, dan Allah mengetahui apa yang tersembuyi dalam hati, maka pada ayat-ayat ini Allah mengemukakan apa yang seharusnya menjadi perhatian manusia sehubungan dengan kekuasaan dan ilmu-Nya seta apa yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia yang beraneka ragam. Kemudian Allah menerangkan bahwa Dialah yang menciptakan alam semesta. Semuannya itu diciptakan untuk menguji manusia, agar diketahui siapa diantara mereka yang lebih baik amalnya, dan siaoa yang paling benyak mengambil manfaat dari alam semesta itu untuk kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di akhirat.
5. Qs. Al - An’am : 151
Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan beberapa jenis hewan yang diharamkan, dan bantahan terhadap kaum musyrikin yang mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan Allah bagi mereka, serta penolakan alasan mereka yang dibuat-buat untuk membenarkan kemusyrikan mereka.
6. Qs. Al- Isra’ : 31
Menjelaskan bahwa yang termasuk dosa besar adalah membunuh. Kita dilarang membunuh anak-anak kita, karena mereka juga memiliki hak untuk hidup. Allah telah mengatur rezeki untuk anak-anak kita. Sebagai seorang muslim kita seharusnya menjadikan ank-anak kit untuk lebih giat lagi untuk mencari rezeki yang halal dan di ridhoi Allah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akitivitas ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan aqidah. Ekonomi yang benar menurut aqidah Islam  adalah mencari rezeki yang halal dan selalu berpegang teguh dengan ajaran-ajaran Islam, menjauhi apa yang dilarang dalam Islam.
Kaitannya dengan ayat-ayat diatas adalah agar setiap muslim melakukan segala aktivitas kehidupannya termasuk  dalam bidang ekonomi selalu bertumpu pada aqidah, keimanan kepada Allah untuk mencari ridhonya. Hal ini berarti bahwa pencipta, pemilik, dan penguasa segalanya hanyalah Allah. Kegiatan ekonomi juga slalu berlandaskan pada aqidah tauhid yang mampu menjamin kemaslahatan dan kebaikannya perekonomian masyarakat luas, bukan hanya muslim saja.
B. Saran
Kami Tim Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran, khususnya dari dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ekonomi I dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid II. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.
  Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid IV. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.
epartemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid III. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.
  Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid V. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.
  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid I. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah (Edisi yang Disempurnakan) Jilid IX. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 2010.

0 komentar

Posting Komentar