PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
1. Makna al-Umuuru bi maqaasidihaa.
2. Dalil-dalil al-Umuuru bi maqaasidihaa.
3. Contoh-contoh al-Umuuru bi maqaasidihaa beserta aplikasinya.
PEMBAHASAN
A. Makna kaidah الامور بمقاصدها
Kaidah pertama ini al-umuru bi maqashidiha terbentuk dari dua unsur yakni lafadz al-umuru dan al- maqashid terbentuk dari lafadz al-amru dan al-maqshod. Secara etimologi lafadz al-umuru merupakan bentuk dari lafadz al-amru yang berarti keadaan, kebutuhan, peristiwa dan perbuatan. jadi, dalam bab ini lafadz al-umuru bi maqashidiha diartikan sebagai perbuatan dari salah satu anggota.
Sedangkan menurut terminologi berarti perbuatan dan tindakan mukallaf baik ucapan atau tingkah laku, yang dikenai hukum syara’ sesuai dengan maksud dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan maqashid secara bahasa adalah jamak dari maqshad, dan maqsad mashdar mimi dari fi’il qashada, dapat dikatakan: qashada- yaqshidu-qashdan-wamaksadan, al qashdu dan al maqshadu artinya sama, beberapa arti alqashdu adalah ali’timad berpegang teguh, al amma, condong, mendatangi sesuatu dan menuju. Makna Niat, Kata niat (لنيّة)dengan tasydid pada huruf ya adalah bentuk mashdar dari kata kerja nawaa-yanwii. Inilah yang masyhur di kalangan ahli bahasa. Ada pula yang membaca niat dengan ringan, tanpa tasydid menjadi (niyah).
Dapat diambil benang merah bahwa makna niat tidak keluar dari makna literar linguistiknya, yaitu maksud atau kesengajaan.Sementara Ibnu Abidin menyatakan niat secara bahasa berarti, kemantapan hati terhadap sesuatu, sedangkan menurut istilah berarti mengorientasikan ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dalam mewujudkan tindakan.
Kaidah pertama ini (al-umuru bi maqasidiha) menegaskan bahwa semua urusan sesuai dengan maksud pelakunya kaidah itu berbunyi:الاموربمقاصدها(“segala perkara tergantung kepada niatnya”). Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna perbuatan seseorang, apakah seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat ibadah kepada Allah dengan melakukan perintah dan menjauhi laranganNya. Atau dia tidak niat karena Allah, tetapi agar disanjung orang lain . Pengertian kaidah ini bahwa hukum yang berimplikasi terhadap suatu perkara yang timbul dari perbuatan atau perkataan subjek hukum (mukallaf) tergantung pada maksud dan tujuan dari perkara tersebut.
Kaidah ini berkaitan dengan setiap perbuatan atau perkara-perkara hukum yang dilarang dalam syari’at Islam. Sebagai tambahan penjelasan perlu kami tegaskan, bahwa apabila tindakan seseorang meninggalkan hal-hal yang terlarang dilakukannya dengan segala ketundukan karena ada larangan yang berlaku dalam ketetapan syara’ maka tindakan tersebut memperoleh pahala. Namun apabila tindakan tersebut berkaitan dengan tabiat atau perasaan jijik terhadap sesuatu yang ditinggalkan tersebut tanpa memperhatikan status pelarangannya, maka ia dinilai sebagai perkara biasa dan tabiat manusiawi yang tak beroleh pahala.
Sebagai contoh, memakan bangkai tanpa adanya rukhshah (dispensasi hukum) status hukumnya adalah haram. Dalam hal ini, terdapat nash syara’ yang dengan tegas mengharamkan konsumsi bangkai dan melarang tindakan tersebut. Sehingga apabila melanggar akan memperoleh hukuman dunia dan akhirat. Nash tersebut adalah firman Allah SWT : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi…” dan seterusnya. Apabila seorang mencegah diri untuk tidak melakukan tindakan tersebut (konsumsi bangkai) dengan harapan bahwa ia berpegang teguh pada nash dan menerapkan ketentuan yang berlaku di dalamnya maka tindakan ini memperoleh ganjaran dari Allah SWT dan pelaku mendapatkan pahala kebaikan yangditambahkan pada daftar pahala-pahala kebaikannya disisiNya. Berbeda halnya apabila seseorang tidak memakan bangkai karena faktor psikologis didalam diri merasa jijik atau tidak suka terhadap bangkai, tanpa memandang nash yang mengharamkannya atau dengan bahasa lain seseorang pasti akan memakannya seandainya tidak merasa jijik maka tindakan tersebut tidak berpahala sama sekali.
B. DALIL الامور بمقاصدها
1. QS. Al-Bayyinah ayat : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian Itulah agama yang lurus. Ayat ini menegaskan bahwa manusia diperintahkan untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas.”2. QS. Ali Imron ayat : 145
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآَخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Artinya : “Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”3. Dalam sejumlah hadis juga di jelaskan tentang penting peran maksud dan tujuan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan seperti berikut:
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia diniatkan".C. Contoh dan Aplikasinya
نِيَةُ لمُؤ مِنْ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya : “Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya”.Misalkan, apabila ada seseorang yang mengalami musibah kecelakaan dan kita pada saat itu berkata pada semua orang akan membantu orang tersebut untuk dibawa ke RS dan menanggung semua biaya RS tersebut. Namun kenyataannya setelah keluarga orang itu datang, kita langsung memberikan kuitansi pembayaran kepada keluarga orang itu, agar mengganti biaya tersebut. Oleh karena itu apa yang diucapkan kita itu tidak sama dengan yang kita lakukan. Maka dalam hal ini kita membantu dan menolong orang tersebut bukanlah benar-benar ingin membantu, tetapi hanya ingin membangun citra “baik” di mata orang, agar mendapat sanjungan dari orang lain.
ﻟَﻮﺍﺨْﺗَﻟَﻑَ ﺍﻟﻟِﺳَﺎﻦُ ﻮَﺍﻟﻗَﻟْﺏُ ﻔَﺎﻟﻣُﻌْﺗَﺒَﺮُ ﻣَﺎ ﻔِﻲ ﺍﻟﻗَﻟْﺏ
Artinya : “Apabila berbeda antara yang diucapkan dengan yang di hati, yang dijadikan pegangan adalah yang didalam hati”.Sebagai contoh, apabila hati niat wudhu, sedang yang diucapkan adalah mendinginkan anggota badan, maka wudûnya tetap sah.
لَايَلْزِمُنِيَةُالْعِبَادَةِفِىكُلِّجُزْءٍ اِنِّمَاتَلْزَمُفِىجُمْلَةٍمَايَفْعَلهُ
Artinya : “Tidak wajib niat ibadah dalam setiap bagian, tetapi niat wajib dalam keseluruhan yang dikerjakan”.Contohnya, yaitu sebagai berikut, ketika kita berniat untuk melakukan shalat, maka niat cukup satu kali, dan tidak perlu mengucapkan niat pada tiap kali gerakan shalat.
ﻜُﻞﱡﻣَﺎﻜَﺎﻦَﻠﻪُﺃﺻْﻞٌﻔَﻼَﻴَﻨْﺗَﻘِﻞُﻋَﻦْﺃَﺻْﻟِﻪِﺒِﻣُﺠَﺮﱠﺪِﺍﻠﻨﱢﻴَﺔ
Artinya : “Setiap perbuatan asal/pokok, maka tidak bisa berpindah dari yang asal karena semata-mata niat”Contohnya : Seseorang niat shalat zuhur, kemudian setelah satu raka'at, dia berpindah kepada shalat tahiyyat al-masjid, maka batal shalat zuhurnya. Contoh lain misalnya jika kita berniat membayar hutang puasa ramadhan, tetapi belum selesai kita melakukan puasa tersebut, misalnya pada siang hari, tiba-tiba kemudian kita berubah niat untuk tidak jadi membayar hutang.
كل مفرضين فلاتجزيهنانية واحدة الا الحج والعمرة
Artinya : “Setiap dua kewajiban tidak boleh dengan satu niat, kecuali ibadah haji dan umrah”.Berdasarkan kaidah di atas, dapat diambil contoh sebagai berikut, yaitu seseorang berniat melakukan mandi wajib kemudian orang tersebut ingin berwudhu dengan menggunakan niat yang pertama yaitu niat mandi wajib, maka hal itu tidak diperbolehkan sebab dalam dua kewajiban tidak boleh dengan satu niat saja.
مقاصد اللفظ على نية اللافظ الا فى موضع واحد وهواليمين عند القاضى
فانهاعلى نية القاضى
Artinya : “Maksud yang terkandung dalam ungkapan kata sesuai dengan niat orang yang mengucapkan. Kecuali dalam satu tempat, yaitu dalam sumpah di hadapan qadi.”Dari redaksi kaidah ini, memberikan pengertian bahwa ucapan seseorang itu dianggap sah atau tidak, tergantung dari maksud orang itu sendiri, yaitu apa maksud dari perkataannya tersebut. Contohnya seperti jika kita memanggil seseorang dan kita memanggil orang tersebut dengan sebutan yang bukan nama orang itu sendiri, dan kita memanggilnya dengan sebutan yang tidak baik, seperti memperolok orang tersebut dengan kata-kata yang tidak baik, maka dari ucapan tersebut, apakah dianggap baik atau tidak tergantung maksud orang yang mengucapkannya. Apakah hal itu dilakukan dengan sengaja ataukah hanya sekedar bercanda. Dalam hal lain misalnya,maksud kata-kata seperti talak, hibah, naźar, shalat, sedekah, dan seterusnya harus dikembalikan kepada niat orang yang mengucapkan kata tersebut, apa yang dimaksud olehnya, apakah maksudnya itu zakat, atau sedekah,apakah shalat itu maksudnya shalat fardhu atau shalat sunnah.
الأئمان مبنية على الألفاظ والمقاصد
Artinya : “Sumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan maksud”Khusus untuk sumpah ada kata-kata yang khusus yang digunakan, yaitu “wallahi” atau “demi Allah saya bersumpah” bahwa saya... dan seterusnya. Selain itu harus diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya itu. Selain itu harus diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya. Dalam hukum Islam, antara niat, cara, dan tujuan harus ada dalam garis lurus, artinya niatnya harus ikhlas, caranya harus benar dan baik, dan tujuannya harus mulia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
Contohnya seperti apabila seseorang itu berkata bahwa, demi Allah saya akan memberikan sedikit rezeki kepada orang yang tidak mampu, apabila nanti saya mendapat rezeki lebih. Dan sumpahnya itu disaksikan oleh orang lain, maka yang dimaksud orang tersebut ialah dia bersumpah untuk dirinya sendiri agar berbagi kepada orang yang tidak mampu, apabila ia mendapatkan rezeki lebih dari biasanya.
العبرة فى العقــود للمقاصد والمعاني للألفاظ والمباني
Artinya : “Pengertian yang diambil dari suatu tujuannya bukan semata-mata kata- kata dan ungkapannya”.Sebagai contoh, apabila seseorang berkata: "Saya hibahkan barang ini untukmu selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya adalah hibah, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan hibah, tetapi merupakan akad jual beli dengan segala akibatnya.
ومايشترط فيه التعرض فالخطأ فيه مبطل
Artinya : “Sesuatu yang disyaratkan {diharuskan} untuk ditentukan, kesalahan pada penentuan menjadikan sesuatu itu batal”.Misalnya, orang yang melaksanakan sholat dhuhur, tetapi ia keliru niat sholat ashar maka sholatnya tidak sah. Sehingga dalam kasus ini menentukan bahwa sholat dhuhur adalah keharusan bagi sahnya ibadah tersebut.
ومايجب التعرض له جملة ولا يشترط تعيينه تفصيلااذاعينهوأخطأ ضر
Artinya : “Sesuatu yang di syaratkan menyebutkannya secara garis besar, jika di dalam pelaksanaannya ditentukansecara rinci, jikasalah dalam penentuan berakibat fatal”.. Misalnya, orang yang niat melaksanakan sholat jenazah laki-laki, tetapi ternyata jenazahnya perempuan, maka sholatnya tidak sah. Dalam hal ini menentukan jika sholat jenazah sangat dipersyaratkan secara rinci.
مالايشترط التعرض له جملة وتفصيلااذاعينه وأخطأ لم يضر
Artinya :”Sesuatu yang tidak di syaratkan untuk menyebutkannya, baik secara garis besar, maupunsecara detail, jikadisebutkandan ternyata salah, makatidak membawa kerusakan”.Misalnya orang yang niat sholat ashar di Mesir, ternyata ia berada di Irak, shalatnya tetap sah. Dalam hal ini menentukan tempat sholat tidak dipersyaratkan sama sekali, baik secara garis besar maupun detail.
PENUTUP
KesimpulanPengertian kaidah bahwa hukum yang berimplikasi terhadap suatu perkara yang timbul dari perbuatan atau perkataan subjek hukum (mukallaf) tergantung pada maksud dan tujuan dari perkara tersebut. Kaidah ini berkaitan dengan setiap perbuatan atau perkara-perkara hukum yang dilarang dalam syari’at Islam.
Berdasarkan kaidah Al-umuru bimaqashidiha yang mempunyai landasan Alquran dan Sunnah, maka sudah sepatutnya kita aplikasikan di kehidupan sehari hari baik muamalah maupun ibadah. Dengan berbagai kaidah cabangnya sangat jelas bahwa segala sesuatu perbuatan yang kita kerjakan hendaknya dilakukan dengan niat, karena niat menjadi hal yang paling fundamental yang berada dalam diri manusia, agar perbuatan kita dapat berjalan dengan lancar dan di kehendaki oleh Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali.1996. Ihya Ulumi ad-Diin. Jakarta: Hidayah.
Djazuli. A.2007. Kaidah-kaidah fikih.Jakarta: Kencana Ed.1.Cet.ke-2.
Firdaus.2010. Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah.Padang: IAIN Press.
Zainy Al-Hasimy.Ma’shum. 2010. Qowaidh Fiqhiyyah Al-Faroidul Bahiyyah .Jombang : Darul Hikmah.
Farid M Wasil. Nasher. 2009. Al-Qowa’id Fiqhiyyah .Jakarta: Amzah.
Suwarjin.2012. Ushul Fiqh .Yogyakarta: Teras.
Suyatno.2011. Dasar-dasar Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
0 komentar
Posting Komentar