Kamis, 11 Mei 2017

SHOLAWAT WAHIDIYAH

SHOLAWAT WAHIDIYAH
A. Sejarah Singkat
Sholawat Wahidiyah adalah rangkaian doa-doa Sholawat Nabi SAW seperti tertulis dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah, termasuk kaifiyah dalam mengamalkannya. Mulai disiarkan dan diamalkan sejak tahun 1963. Muallif Sholawat Wahidiyah adalah al-Mukarrom Kyiai Al-Haj Abdoel Madjid Maroef Pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo, Desa Bandarlor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Propinsi Jawa Timur. Sholawat Wahidiyah berfaedah menjernihkan hati, dan marifat kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dalam hal ini mereka yang mengamalkan Sholawat Wahidiyah sesuai dengan bimbingan yang benar dikaruniai hati lebih jernih, batin lebih tenang, jiwa lebih tentram, makin bertambah banyak sadar kepada Alloh SWT, disamping diberi kemudahan dalam berbagai keperluan. Sholawat Wahidiyah tidak termasuk dalam kategori jamiyah Thoriqoh, tetapi berfungsi sebagai thoriqoh dalam arti JALAN menuju sadar kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Mengamalkan Sholawat Wahidiyah tidak disertai syarat-syarat / ketentuan khusus yang mengikat, tetapi harus dengan adab: hudlur dan yakin kepada Alloh SWT , mahabbah dan tadhim kepada Rosululloh SAW. Sholawat Wahidiyah, seperti sholawat-sholawat yang lain, boleh diamalkan oleh siapa saja, tanpa syarat adanya sanad atau silsilah, karena sanad dari segala sholawat adalah Shohibus Sholawat itu sendiri, yakni Rosululloh SAW. Sholawat Wahidiyah telah diijazahkan secara mutlak oleh Muallifnya untuk diamalkan dan disiarkan dengan ikhlas (tanpa pamrih) dan bijaksana, kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu dan golongan.
B. Fenomena yang terjadi di Masyarakat

Dalam upaya MUI meluruskan Wahidiyah (Amalan wahidiyah yang syirik), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Penyiar Sholawat Wahidiyah (PSW) Jabar menyatakan, kelompok Wahidiyah yang ada di Desa Purwarahayu, Kec. Taraju, Kab. Tasikmalaya, bukan jemaahnya. Hal itu, berdasarkan laporan tim pencari fakta yang dikirim oleh DPW PSW Jabar. Sebelumnya, PSW Jabar mengancam akan menggugat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Tasikmalaya, jika tidak mencabut fatwa yang menyebutkan Wahidiyah Taraju, sesat, dan menyesatkan. MUI Tasikmalaya sendiri tidak akan mencabut fatwa tersebut. Ketua MUI Kab. Tasikmalaya, K.H. Dudung Abdul Salam, mengatakan, DPW PSW Jabar telah mengirim surat ke MUI Tasikmalaya. Isinya menyebutkan bahwa Wahidiyah Taraju bukan kelompoknya. Alasannya, Wahidiyah Taraju berasal dari Pengamal Sholawat Wahidiyah yang mengatasnamakan dari Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pontren Kedunglo, Kediri pimpinan Kiai Abdul Latif Madjid. Namun, MUI Kab. Tasikmalaya tidak ingin terlalu jauh campur tangan masalah yang disampaikan oleh DPW PSW Jabar dengan Wahidiyah Taraju. Sikap MUI sudah jelas, bahwa Wahidiyah di Taraju itu sesat dan menyesatkan, langkah yang akan dilakukan adalah melakukan pendekatan terhadap anggota Wahidiyah Taraju. Mereka akan diajak dialog serta diluruskan terkait ajaran yang menyimpangnya.
PKB Kota Tasikmalaya sendiri minta kepada MUI menjelaskan, Wahidiyah adalah organisasi legal. Kiai Dudung Akasah mengatakan, tidak mengeluarkan fatwa bahwa Wahidiyah sesat. Keputusan dikeluarkan MUI, yaitu sebagian ajaran Wahidiyah, bertentangan dengan prinsip ajaran akidah Islamiyah. Hal itu, setelah mengkaji doktrin kumpulan kuliah Wahidiyah. Dalam kumpulan itu disampaikan bahwa doa kepada Allah tidak akan sampai kalau tidak melalui terlebih dahulu Gauts. Sholawat Wahidiyah adalah sholawat yang oleh Al Maghfur lahu KH. Mahrus Ali Lirboyo Kediri, pada waktu beliau menjabat sebagai Ra'is Syuriyah NU Jawa Timur, dilarang untuk diamalkan oleh warga NU, karena di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan atau ajaran-ajaran yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam syari'at agama Islam, antara lain:
1. Pada waktu pertama kali sholawat wahidiyah tersebut disebar luaskan oleh pendirinya, yaitu KH. Abdul Majid (almarhum), beliau membuat selebaran tertulis yang menyatakan bahwa barangsiapa yang mengamalkan sholawat wahidiyah selama 40 hari, permintaannya pasti terkabul. Dan jika ternyata tidak terkabul, beliau berani dituntut di dunia dan di akhirat. Dan pada waktu di masjid Bululawang Malang beliau saya taanya tentang dasar dari pernyataan ini, ternyata beliau tidak dapat menjawab dengan jawaban yang benar.
2. Setelah beliau wafat, para murid beliau, yaitu orang-orang yang mengamalkan sholawat wahidiyah juga membawa selebaran yang menyatakan bahwa barangsiapa yang mengamalkan sholawat wahidiyah, maka dia akan menjadi ahli ma'rifat. Dan di antara mereka ini pada waktu dialog dengan saya juga tidak dapat memberikan dasar nasnya.
Dalam konteks ini, menurut Gus Dur dalam melihat perjalanan tasawuf di Indonesia, tasawuf di negeri ini berkembang menjadi dua cangkok: cangkok Tariqah dan cangkok Shalawat. Bedanya? "Dalam Tariqah ini ada yang dinamakan persetujuan dari Rasul. Nah Shalawat ini enggak ada yang ke Rasullullah. Ini yang paling jadi ujung pangkal masalahnya," jelas Gus Dur. Hal tersebutlah yang menjadikan akar masalah di masyarakat dengan ketidaktahuan dalam jalan tasawuf itu sendiri. Islam sendiri  memiliki banyak sekali golongan dan tariqat-tariqat tertentu. Mereka diperbolehkan menjalankan aktivitas keagamaannya dibawah bimbingan MUI sehingga tidak terjadinya kesesatan.


0 komentar

Posting Komentar