Selasa, 19 September 2017

TEOLOGI ISLAM KERANGKA BERPIKIR ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM

KERANGKA BERPIKIR ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM

A. SEJARAH KERANGKA BERPIKIR ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Telah diketahui sejarah mengenai kelompok yang meninggalkan barisannya Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan kelompok Khawarij. Namun diluar kelompok yang menentang sikap Ali adapula yang tetap mendukung Ali kemudian muncul kelompok Syi’ah. Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan Kalam pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Khawarij menyebutkan bahwa orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yaitu Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al’Ash, Abu Musa Al-Asy’ari, adalah orang yang kafir berdasarkan firman Allah pada Q.S Al-Maidah ayat 44.
Persoalan diatas telah menimbulkan tiga aliran theologi dalam Islam yaitu:
1. Aliran Khawarij, yaitu aliran yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh. Berikut tokoh-tokoh aliran Khawarij:
a. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi (pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura, pimpinan Khawarijj pertama)
b. Urwah bin Hudair
c. Mustarid bin sa’ad
d. Hausarah al-Asadi
e. Quraib bin Maruah
f. Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
g. Abdullah bin Basyir
h. Zubair bin Ali
i. Qathari bin Fujaah
j. Abd al-Rabih
k. Abd al Karim bin ajrad
l. Zaid bin Asfar
m. Abdullah bin ibad

2. Aliran Murji’ah, yaitu aliran yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukan terserah kepada Allah untuk mengampuni atau tidak mengampuninya. Berikut tokoh-tokoh aliran Murji’ah:
a. Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
b. Abu Hanifah
c. Abu Yusuf

3. Aliran Mu’tazilah, yaitu aliran yang tidak menerima pendapat-pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan juga mukmin. mereka mengambil posisi ditengah-tengah antara kafir dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain). Berikut tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah:
a. Washil bin ‘Atha (699-748 M). Nama lengkapnya Washil bin ‘ Atha al Ghazzal, ia terkenal sebagai pendiri aliran Mu’tazilah yang pertama dan peletak lima besar ajaran Mu’tazilah
b. Ma`mun bin Harun Rasyid, khalifah Bani Abbas berkuasa dari tahun 198-  218 H
c. Al-Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid berkuasa dari tahun 2218-227 H
d. Watsiq bin Al-Mu`tashim berkuasa dari tahun 227- 232 H

Timbul pula dua aliran theologi yang terkenal yaitu Qadariah dan Jabariah. Menurut Qadariah manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya Jabariah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali yaitu pengikut mazhab Ibn Hanbal. Tantangan keras ini kemudian mengambil bentuk aliran theologi tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari  disebut aliran Asy’ariah. Kemudian adapula aliran yang menentang Mu’tazilah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi. Kemudian aliran ini disebut teologi Al-Maturidiah.
Aliran seperti Khawarij, Murji’ah, dan Mu’tazilah tidak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah yang masih ada sampai sekarang adalah aliran Asy’ariah dan Maturidiah dan keduanya disebut Ahlussunnah wal Jama’ah.
Sudah diketahui bahwa pemikiran seseorang jelas berbeda-beda oleh karena itu hasilnya pun akan berbeda-beda. Perbedaan ini sebenarnya berasal dari beberapa aspek. Menurut Waliyullah Ad-Dahlawi ini terletak pada masa sahabat nabi yang mendengar dan tidak mendengar. Yang tidak mendengar inilah yang akhirnya berijtihat. Dan terjadilah perbedaan pendapat. Jadi dalam hal ini lebih pada aspek subjeknya. Sedangkan menurut Umar Sulaiman Asy-syaqar ada tiga persoalan yang menjadi objek perbedaan pendapat, yaitu persoalan keyakinan, persoalan syariah, dan persoalan politik.
Berdasarkan pandangan-pandangan diatas perbedaan pendapat dalam masalah objek teologi sebenarnya berkaitam erat dengan cara (metode) berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menguraikan persoalan-persoalan kalam. Perbedaan-perbedaan metode berpikir iru secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu metode berpikir rasional dan metode berpikir tradisional.

Metode berpikir rasional memiliki prinsip berikut:
1. Hanya terikat pada aturan-aturan yang dengan jelas dan tegas disebut dalam Al-Qur’an dan hadist nabi, yaitu ayat yang qath’i (teks yang tidak diintrepretasi lagi pada arti lain, selain arti harfinya).
2. Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat pada akal.
Metode berpikir tradisional memiliki prinsip berikut:
1. Terikat pada aturan-aturan dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfinya).
2. Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam bekehendak dan berbuat.
3. Memberikan daya yang kecil pada akal

B. KERANGKA BERPIKIR ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM (Aliran Antroposentris, Teolog Teosentris, Aliran Konvergensi atau Sintetis, dan Aliran Nihilis)

1. Aliran Antroposentris
Aliran antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas trasenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia datang berhubungan erat dengan masyarakat kosmos, baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya. Tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat. Idealnya, manusia harus mampu menghapus kepribadian kemanusiaannya, agar mampu meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya.
Tampaknya, Anshari menganggap manusia yang berpandangan antroposentris sebagai sufi, yaitu yang berpandangan mistis dan statis. Padahal, manusia antroposetris sangat dinamis karena menganggap hakikat realitas transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada manusia dalam bentuk daya ketika ia baru lahir. Daya itu berupa potensi yang menjadikannya mampu membedakan yang baik dan yang jahat. Berkenaan dengan dayanya manusia yang memilih kebaikan pasti akan memperoleh keuntungan yang melimpah (surga) sementara manusia yang memilih kejahatan pasti akan memperoleh kerugian yang melimpah (neraka). Aliran teologi yang termasuk kedalam kategori ini adalah Qadariyah, Mu’tazilah, dan Syi’ah.
2. Teolog Teosentris
Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal, dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Oleh karena itu, la-dengan segala kekuasaan-Nya mampu berbuat semua hal secara mutlak. Sewaktu-waktu Ia dapat muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah ciptaan-Nya yang harus berkarya hanya untuk-Nya. Bagi eksistensi dan sumber dayanya. Oleh sebab itu, Ia-sebagai Realitas transenden (terjauh) harus dicari karunia-Nya. Di dalam kondisinya yang serba relatif, manusia adalah migran abadi yang segera akan kembali kepada Tuhan, manusia harus mampu meningkatkan keselarasan dengan reatilas tertinggi dan transenden melalui ketaqwaan. Dengan ketakwaannya manusia akan memperoleh kesempurnaan yang layak sesuai dengan naturalnya. Kondisi semacam ini pada saatnya akan menyelamatkan nasibnya pada masa yang akan datang.
Manusia teosentris adalah manusia yang statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak kepada Tuhan. Sikap kepasrahan menjadikannya bersifat apatis karena tidak mempunyai pilihan. Baginya, segala yang diperbuatnya pada hakikatnya adalah aktivitas Tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali yang telah ditetapkan Tuhan. Dengan cara itu Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat.
Tuhan dapat memasukkan manusia jahat kedalam keuntungan yang melimpah (surga). Tuhanpun dapat memasukkan manusia yang taat ke situasi yang serba rugi terus menerus (neraka).
Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat manusia dapat datang sewaktu-waktu dari Tuhan. Oleh karena itu, manusia mungkin suatu ketika mampu melaksanakan perbuatan ketika ada daya yang datang kepadanya. Sebaliknya, ia tidak mampu melaksanakan perbuatan apapun ketika tidak ada daya yang datang kepadanya. Dengan perantara daya Tuhan selalu campur tangan bahkan manusia dapat dikatakan tidak mempunyai daya sama sekali terhadap segala perbuatannya. Aliran teologi yang dapat dimasukkan kedalam kategori ini adalah Jabariyah.
3. Aliran Konvergensi atau Sintetis
Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjali atau cermin asma’ dan sifat-sifat realitas mutlak itu. Bahkan seluruh alam termasuk manusia merupakan cermin asma’ dan sifatnya yang beragam. Oleh karena itu eksintensi kosmos yang dikatakan sebagai penciptaan pada dasarnya adalah penyikapan asma dan sikap-sikapnya yang azali (tidak berawal atau tidak mumpunyai permulaan).
Aliran kenvergensi memandang bahwa segala sesuatu yang ada pada dasarnya selalu ambigu, baik secara subtansial maupun formal. Secara subtansial,  sesuatu mempunyai nilai-nilai batini, huwiyah dan eternal karena merupakan gambaran Al-Haqq.
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia adalah proses kerja sama antara daya yang transendental dalam bentuk kebijaksanaan dengan daya yang temporal dalam bentuk teknis.
Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, yang memproses peristiwa yang terjadi pada dirinya hanya daya transendental. Oleh karena itu, ia tidak menerima pahala atau siksaan dari Tuhan. Sebaliknya, pada dasarnya yang memproses peristiwa itu adalah kerja sama harmonis antara daya transendental dengan daya temporalnya. Konsekuensinya, peristiwa yang terjadi pada diri manusia akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan.
Dilihat dari sisi ini, Tuhan adalah sekutu manusia yang tetap atau lebih luas lagi bahwa Tuhan adalah sekutu makhluk-Nya, dan makhluk adalah sekutu Tuhan-nya. Karena, baik manusia maupun mahkluk merupakan satu bagian yang tidak bisa terpisahkan sebagaimana keterpaduan antara Dzat Tuhan dan asma’ serta sifat-sifatnya. Kesimpulannya kemerdekaan kehendak manusia yang profan selalu berdampingan dengan determinisme transedental Tuhan yang sakra ldan menyatu dalam daya manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan kedalam kategori ini adalah Asy’ariah.
4. Aliran Nihilis
Aliran ini menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos. Manusia hanyalah sebagian kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan manusia sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang merupakan titik pusat perjuangan seluruh manusia.

0 komentar

Posting Komentar