Selasa, 21 Februari 2017

MACAM-MACAM TAFSIR

MACAM-MACAM TAFSIR

A. TAFSIR BI AL-RIWAYAH

Kata al-ma’tsur adalah isim maf’ul (objek) dari kata atsara-ya’tsiru/ya’tsuru-atsran-wa-atsaran yang secara etimologis berarti menyebutkan atau mengutip (naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama). Al-atsar juga berarti sunah, hadis, jejak, bekas, pengaruh, dan kesan. Jadi, kata-kata al-ma’tsur , al-naql/al manqul, dan al riwayah pada hakikatnya mengacu pada makna yang sama yaitu mengikuti atau mengalihkan sesuatu yang sudah ada dari orang lain atau masa lalu sehingga tinggal mewarisi dan meneruskan apa adanya.
Sejalan dengan pengertian harfiah kata al-ma’tsur dan lain-lain di atas, tafsir bi al-riwayah ialah penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan al-sunnah al-nabawiyyah, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan kalam (pendapat) sahabat. Muhammad bin Ali al-Shabuni memformulasikan tafsir sebagai berikut:
Tafsir bi al-Riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam al-Qur’an, atau al-sunnah, atau pendapat sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah swt. Tentang penafsiran al-Qur’an berdasar al-sunnah nabawiyyah. Dengan demikian maka tafsir bi al-ma’tsur adakalanya ialah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan al-sunnah al-nabawiyyah atau menafsirkan al-Qur’an dengan yang dikutip dari pendapat sahabat. 

TOKOH

a. Ibn Jarir al-Thabari (224-310 H/846-922 M).

Karangannya yakni kitab Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an (Himpunan Penjelasan tentang Takwil Ayat-ayat al-Qur’an), 15 jilid dengan jumlah halaman  sekitar 7125. 

b. Al-hafizh Imad al-Din Abi al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi. (774H/1343 M). 

Karanganya yakni kitab Tafsir Al-Qur’an al-Ahzim (Tafsir al-Qur’an yang Agung), 4 jilid dengan halaman sekitar 2414 halaman, (termasuk 58 halaman sisipan ilmu tafsir pada jilid terakhir).

c. Nasr bin Muhammad bin Ahmad Abu al-Laits al-Samarqandi.

(393H-1002M atau 376H/986M menurut riwayat lain).
Karangannya yakni tafsir al-Samarqandi, berjudul Bahr al-‘Ulum (lautan ilmu), 3 juz, dengan tebal halaman sebanyak 1891.
d. Jalal al-Din Suyuthi (849-911H). 

Karangannya yakni al-durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Mutiara Kata Prosa yang dikembangkan dalam Tafsir bi al-Ma’tsur). Setebal 5600-6400 halaman dalam 18 jilid.

e. Muhammad Al-Amin bin Muhammad al-Mukhtrar al-Jakani al-Syanqithi.

Karangannya yakni Adhwa’ al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an. (Cahaya Penerangan tentang Penjelasan al-Qur’an dengan al-Qur’an). Dalam 10 jilid dengan jumlah halaman sebanyak 6771.

f. Abi Ishaq

Karangannya yakni al-Karyf wa al-Bayan ‘an Tafsir al –Qur’an (Penyingkapan dan Penjelasan tentang Tafsir Al-Qur’an.

g. Abd al-Karim al-Khatib (lahir 1339H/1920M).

Karangannya yakni Al-Tafsir Al-Qur’ani li Al-qur’ani (Tafsir Al-Qur’an untuk Al-Qur’an), 16 jilid dengan tebal halaman kurang lebih 1767. 

h. Fairuz Zabadi (w.817/1414).

Kitab Tanwir Al-Miqbas fi Tafsir Ibn Abbas.

i. Al-Baidhawi

Kitabnya Anwar at-Tanzil. 

CONTOH 

a. Tafsir Al-Qur’an bi Al-Qur’an.

صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ

Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. QS.Al-Fatiha [1]: 7 
Yang menafsirkan ayat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ  
Tunjukilah kami jalan yang lurus. QS.A-Fatiha [1]:6. 
Tafsir Al-Qur’an bi al-sunnah al-Nabawiyyah.
Sebagai contoh adalah ketika Nabi menjelaskan tentang ayat Al-Qur’an berikut ini :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
Dan pe rsiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki. (QS. Al-Anfâl (8) : 60) 
Beliau hanya menjelaskan bahwa kekuatan itu terdapat pada panah tanpa menjelaskan kata al-quwwah dari segi kebahasaan. Hal ini dijelaskan sebagaimana dalam hadis berikut. 
عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ، يَقُولُ: سَمِعْةُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ ، يَقُولُ :
 " (وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّنْ قُوَّةٍ ) [ الأنفال : ٦٠ ] ، أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ، أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ، 
أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ "

Uqbah bin Amr berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda ketika sedang di atas mimbar, “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki. (QS. Al-Anfâl (8) : 60). Ingatlah, sesungguhnya. kekuatan itu berada pada panah (Nabi bersabda hingga tiga kali).” (HR. Muslim) 
Menafsirkan Al-Qur’an dengan Menggunakan Tafsir Sahabat
Pendapat Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat berikut ini.
فَأَنزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ رِجْزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَاكَانُواْ يَفْسُقُونَ
Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zalim itu, karena mereka (selalu) berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah (2): 59)
Ibnu Abbas menyatakan setiap kata rijz di atas bermakna azab (siksa). 

B. TAFSIR BI AL-DIRAYAH

Kata dirayah ( دراية ) berakar pada kata dara-yadri-daryan-wadiryatan-wadiraayatan ( دري – يدري – دريا – ودرية – ودراية ) yang berarti mengerti, mengetahui, dan memahami. Kata dirayah merupakan sinonim dengan kata ra’yun (رأي)  yang berasal dari kata ra’a-yar’i-ra’yan-waru’yatan ( رأي – يري – رؤيا – ورؤية yang berarti melihat (bashara), mengerti (adraka), menyangka, mengira atau menduga (hasiba). Kata ar ra’yu juga bisa diartikan dengan itikad, akal pikiran, ijtihad. 
Tafsir bi al-ra’yi disebut juga dengan istilah tafsir bi al-ma’quf, tafsir bi al-ijtihad atau tafsir bi al-istinbath yang secara selintas mengisyaratkan tafsir ini lebih berorientasi kepada penalaran ilmiah yang bersifat aqli (rasional) dengan pendekatan kebahasaan yang menjadi dasar penjelasannya.  Tafsir al-Dirayah ialah tafsir Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran Mufassir terhadap tuntutan kaidah bahasa Arab dan kesusasteraannya, teori ilmu pengetahuan, setelah ia menguasai sumber-sumber tadi. 

TOKOH

a. Mafatih al-Ghaib (Kunci-Kunci Keghaiban) juga umum disebut dengan al-Tafsir al-Kabir, karangan Muhammad al-Razi Fakhr al-Din (544-604 H/ 1149-1207 M), sebanyak 17 jilid sekitar 32000-36200 halaman.

b. Tafsir al-Jalalayn (Tafsir dua orang Jalal), karya Jalal al-Din al-Mahalli (w. 864 H/ 1459 M) dan Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuthi (849-911 H/ 1445-1505 M).

c. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil (Sinar Al-Qur’an dan Rahasia-rahasia Penakwilannya), buah pena al-Imam al-Qadhi Nashr al-Din Abi Sa’id Abd-Allah Ali Umar bin Muhammad al-Syairazi al-Baidhawi (w. 791/ 1388 M)

d. Irsyad al-‘Aql al-Salim ila Mazaya Al-Qur’an al-Karim (Petunjuk Akal yang Selamat Menuju kepada Keistimewaan Al-Qur’an yang Mulia) tulisan Abu al-Sa’ud Muhammad bin Muhammad Mushthafa al-‘Ammadi (w. 951 H/ 1544M).

e. Ruh al-Ma’ani (Jiwa Makna-makna Al-Qur’an), dengan muallif (pengarang) al-Allamah Syihab al-Din al-Alusi (w. 1270 H/ 1853 M). 

CONTOH

Tafsir al-Dirayah dibagi menjadi 2 macam yaitu tafsir bi al-Ra’yi yang terpuji atau (Al-tafsir al-Mahmud), dan tafsir bi Al-ra’yi yang tercela (al-Tafsir al-Madzmum).

Contoh tafsir Mahmud ialah menafsirkan kata dzarrah dalam surat al-Zalzalah [99]:7&8,dengan benda-benda terkecil misalnya atom, newton, dan energi yang oleh ulama-ulama klasik ditafsirkan dengan biji sawi, biji gandum, semut gatal, dll. 
Contoh tafsir madzmum ialah : Sadar atau tidak sadar, sebagian atau tepatnya oknum juru kampanya disaat saat menjelang pemilihan umum terkadang atau malahan sering mennyalah gunakan penafisran ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara contohnya, ada oknum juru kampanye yang menerjemahkan kata syajarah dengan pohon beringin, dengan maksud mendiskriditkan parta Golongan Karya supaya tidak dipilih. Demikian pula dengan oknum juru kampanye lain yang mengaharapkan mencoblos tanda gambar Ka’bah (Gambar Partai Persatuan Pembangunan) dengan dalih karena Ka’bah merupakan benda suci yang harus dihormati (disakralkan) termasuk memuliakan gambar (fotokopinya).
Yang pertama mengacu kepada surat Al-Baqarah (2) ayat 35, sedangkan yang kedua merujuk kepada ayat 96 surat Ali-Imran (3), sebagai berikut : Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS.Al-Baqarah (2) :35). 
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang dibakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS. Ali-Imran (3) :96). 

C. Tafsir bi al-Isyarah

Kata al-isyarah ( الاشارة ) adalah sinonim (muradif) dengan kata al-dalil ( الدليل ) yang berarti tanda, petunjuk, indikasi, isyarat, signal, perintah, panggilan, nasihat, dan saran. Sedang yang dimaksud dengan tafsir bi al-isyarah atau tafsir al-isyari adalah menakwilkan Al-Qur’an dengan mengesampingkan (makna) lahiriahnya karena ada isyarat (indikator) tersembunyi yang hanya bisa disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawwuf. Tetapi besar kemungkinan pula memadukan antara makna isyarat yang bersifat rahasia itu dengan makna lahir sekaligus.
Macam-macam Tafsir bi al-Isyarah :
Dilihat dari segi isi atau substansinya, tafsir bi al-Isyarah dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu tafsir bi al-Isyarah yang maqbul (bisa diterima) dan tafsir bi al-Isyarah yang mardud (harus ditolak). Tafsir bi al-Isyarah yang dikategorikan ke dalam tafsir maqbul/masyru’ ialah tafsir bi al-Isyarah yang memiliki syarat-  

syarat berikut :

1. Mufassirnya tidak mengklaim bahwa inilah satu-satunya penafsiran yang benar tanpa mempertimbangkan makna tersurat.

2. Tidak menggunakan tafsir yang jauh menyimpang lagi lemah penakwilannya.

3. Tidak bertentangan dengan dalil syara’ maupun argumentasi aqli (pemikiran rasional).

4. Ada pendukung dalil syar’i yang memperkuat penafsirannya.

Tokoh

1. Ghara’ib Al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan, (Kata-kata Asing Al-Qur’an dan al-Furqan yang Menarik) karangan al-Naisaburi (w. 728 H/ 1328 M).

2. ‘Ara’is al Bayan fi Haqa’iq Al-Qur’an (Jempana Keterangan dalam Hakikat Al-Qur’an), susunan Muhammad al-Syairazi.

3. Tafsir wa Isyarat Al-Qur’an (Tafsir dan Isyarat Al-Qur’an), buah pena Muhyi al-Din Ibn ‘Arabi (w. 560-638 H/ 1165-1240 M). 

Contoh

Contoh Tafsir Isyaroh ialah apa yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata: Umar memasukkan aku bergabung dengan tokoh-tokoh tua veteran perang Badar. Nampaknya sebagian mereka tidak suka dengan kehadiranku dan berkata, “Mengapa Anda memasukkan anak kecil ini bergabung bersama kami padahal kami pun mempunyai anak-anak sepadan dengannya?” Umar menjawab, “Ia memang seperti yang kamu ketahui.” Pada suatu hari Umar memanggilku dan memasukkan ke dalam kelompok mereka. Aku yakin bahwa Umar memanggilku semata-mata hanya untuk “memamerkan” aku kepada mereka. Lalu ia berkata, “Bagaimana pendapat kalian tentang firman Allah, Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan...(an-Nasr [110]:1)?”Di antara mereka ada yang menjawab “Kami diperintah agar memuji  Allah dan memohon ampunan kepada-Nya ketika kita memperoleh pertolongan dan kemenangan.” Sedang sebagian yang lain bungkam, tidak berkata apa-apa. Umar kemudian bertanya kepadaku, “Begitukah pendapatmu, wahai Ibn Abbas?” “Bukan”, jawabku. “Lalu bagaimanakah pendapatmu?” tanyanya lebih lanjut. Aku

0 komentar

Posting Komentar