Selasa, 19 September 2017

TEORI PSIKOLOGI TERKAIT DENGAN BIDANG PENDIDIKAN

TEORI PSIKOLOGI TERKAIT DENGAN BIDANG PENDIDIKAN

A. Definisi Psikologi Pendidikan
Istilah psikologi pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah frasa yang terdiri dari dua suku kata, yaitu psikologi dan pendidikan. Oleh karena itu, untuk memahami pengertian psikologi pendidikan terlebih dahulu perlu dipahami pengertian psikologi dan pengertian pendidikan secara terpisah.
1. Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dalam perkembangannya, ilmu jiwa dianggap terlalu abstrak dan kurang ilmiah sehingga istilah psikologi sebagai ilmu jiwa mulai ditinggalkan. Sejak saat itu, psikologi dipahami sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang gejala-gejala yang terlihat dan terukur atau biasa dikenal dengan gejala-gejala psikologi atau psikis.
Dalam perkembangannya, ilmu psikologi terbagi dalam beberapa konsentrasi keilmuan sebagai berikut :
a. Psikologi umum, yaitu cabang dari ilmu psikologi yang membahas kondisi dan perilaku individu secara umum dengan catatan individu tersebut normal, dewasa, sehat secara fisik dan psikologis.
b. Psikologi perkembangan, yaitu cabang ilmu psikologi yang memfokuskan pembahasan pada kehidupan individu dilihat dari tahap-tahap perkembangan yang dilalui dan usia pada setiap tahap tersebut dalam satu rentang kehidupan, yaitu dari kehidupan sebelum lahir sampai usia lanjut.
c. Psikologi sosial, yaitu cabang ilmu psikologi yang membahas kondisi dan perilaku individu akibat adanya hubungan atau interaksi dengan individu lain dan lingkungan sosialnya.
d. Psikologi kepribadian, yaitu cabang ilmu psikologi yang membahas dan mempelajari sifat serta watak.
e. Psikologi klinis, yaitu cabang ilmu psikologi yang membahas tentang kondisi individu dalam ruang lingkup kondisi psikisnya.
f. Psikologi industri, yaitu cabang ilmu psikologi yang membahas kondisi dan perilaku individu dalam lingkungan dunia kerja dan dunia industri.
g. Psikologi anak, yaitu cabang psikologi yang membahas tentang aspek-aspek serta tahapan perkembangan dan pertumbuhan individu pada masa kanak-kanak.
h. Psikologi abnormal, yaitu cabang ilmu psikologi yang mempelajari bentuk-bentuk perilaku menyimpang dari individu.
2. Pengertian Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengjaran yang terlibat dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prinsip-prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan...
B. Teori Belajar Behavioristik
1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar Behavioristik merupakan sebuah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons (Budiningsih , 2005:20).  Menurut Sugiyono dan Harianto, teori belajar behavioristik memandang belajar yang terjadi pada individu lebih kepada gejala – gejala atau fenomena jasmaniah yang terlihat dan terukur serta mengabaikan aspek-aspek mental atau psikologi lainnya seperti kecerdasan bakat, minat, dan perasaan atau emosi individu selama belajar.
Menurut Sumanto, teori ini memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani dan mengabaikan aspek-aspek mental sehingga dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.  Jadi dapat disimpulkan bahwa teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang relative permanen yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret, karena adanya interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh-tokoh teori behavioristik diantaranya Edwin Guthrie, Clark Hull, Gagne, Edward Lee Thorndike dengan teori belajar connectionism, Ivan Pavlov dengan teori belajar classical conditioning, B.F. Skinner dengan teori belajar operant conditioning, dan Albert Bandura dengan teori belajar social atau social learning.

2. Tokoh-tokoh dan Pemikiran dari Teori Behavioristik
a. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike adalah seorang pendidik dan psikolog berkebangsaan Amerika yang lahir pada tahun 1874. Lulus S1 dari Universitas Wesleyan (1895), S2 di Harvard University (1896), dan S3/Doktor di Columbia (1898). Menurut Thorndike yang dikutip dalam buku Wasty Soemanto mengatakan, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respons (Soemanto, 2006). Stimulus merupakan bentuk perubahan lingkungan sebagai tanda bagi organism untuk bertindak, sedangkan respons merupakan tingkah laku yang dimunculkan organism setelah menerima stimulus. Adapun proses pelaksanaan eksperimen
Thorndike menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 64-65) sebagai berikut :
1. Kucing yang lapar dimasukkan kedalam kotak kerangkeng yang dilengkapi alat pembuka bila disentuh.
2. Daging ditaruh di luar kotak, Kucing kemudian bergerak kesana kemari mencari jalan keluar. Kucing terus berusaha dari segala arah, namun gagal dan dilakukan secara terus-menerus.
3. Pada suatu ketika kucing tanpa sengaja menekan sebuah tombol sehingga pintu kotak kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging yang ada didepannya.
4. Percobaan dilakukan berulang-ulang, dan semakin lama kucing memiliki kemajuan tingkah laku sehingga ketika dimasukkan kedalam kotak dapat langsung menyentuh tombol pembuka sehingga pintu langsung terbuka hanya pada sekali usaha.
Melalui hasil eksperimenter tersebut menunjukkan bahwa bentuk yang paling mendasar dari belajar adalah melalui latihan-latihan dan pengulangan dalam bentuk trial and error learning atauselecting and connecting learning dan coba-coba. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan Thorndike sering disebut dengan Teori Belajar Koneksionisme atau Teori Asosiasi. Menurut Sugihartono dkk. (2007: 92-93), terjadinya proses asosiasi dalam belajar menurut Thorndike akan mengikuti hukum-hukum kesiapan, latihan, akibat,dan hokum reaksi bervariasi.
1. Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organism memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebutakan semakin kuat.
3. Hukum Akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
4. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), menyatakan bahwa untuk memperoleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah, didahului proses trial and error sebagai bentuk macam-macam respon.
b. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Pavlov lahir pada 14 September 1849 di Rusia, ayahnya adalah seorang pendeta. Pavlov lulus S1 sebagai Sarjana Kedokteran bidang fisiologis. Dalam pemikirannya Pavlov yang dikutip dalam buku Muhibbin berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimuli bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan (Syah : 2006). Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing), pelaksanaan prosedur eksperimen Pavlov sebagai berikut :
1. Anjing yang telah dioperasi kelenjar ludahnya (untuk keperluan pengukuran sekresi ludah), dibiarkan kelaparan. Kemudian bel dibunyikan dan 30 detik setelah bel berbunyi makanan (daging) diberikan.
2. Percobaan tersebut diulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 menit.
3. Setelah 32 kali percobaan, ternyata bunyi bel saja telah menyebabkan keluarnya air liur anjing dan bertambah deras bila makanan diberikan. Menurut Pavlov, daging berfungsi sebagai reinforcement penguat.
4. Berdasarkan eksperimen tersebut, bell merupakan CS, daging merupakan US, dan air liur karena bunyi bell disebut CR.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respons yang dikondisikan.
c. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) 
Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Soemanto, 2006). Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboraturium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatannya itu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsure terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respons akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skiner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negative (Syah, 2006).

C. Teori Belajar Humanisme
1. Pengertian Teori Belajar Humanisme
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain (Soemanto, 2006).  Teori belajar humanistik memandang bahwa siswa dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila ia telah mampu mengerti dan memahami lingkungan serta dirinya sendiri. Dengan demikian, pembelajaran pada dasarnya untuk kepentingan memanusiakan siswa sebagai manusia itu sendiri (Budiningsih, 2005 : 68).  Tokoh-tokoh yang termasuk dalam golongan atau aliran teori belajar humanistic diantaranya Arthur Combs, Abraham Maslow, Carl Rogers, dan sebagainya. Berikut penjelasan tentang sebagian tokoh tersebut :
a. Arthur Combs
Konsep dasar dalam pembelajaran yang digunakan Arthur Combs adalah meaning (maknaatauarti) Combs dan kawannya menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Para ahli humanistic melihat adanya 2 bagian pada learning, yaitu : 
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Persoalan informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject mathematic disusunnya. Berdasarkan konsep dasar humanistic tentang pembelajaran yang berarti tersebut, dapat dijelaskan bahwa semakin jauh sebuah materi pelajaran atau pengetahuan dari persepsi diri atau keberartiannya bagi siswa, akan semakin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku siswa dalam bentuk keaktifan mengikuti proses pembelajaran maupun kesediaannya untuk mengikuti seluruh proses pembelajaran.
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Menurut Rogers dalam Sugihartono dkk. (2007:120), terdapat beberapa prinsip dasar dalam teori belajar humanistik dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang harus diperhatukan.
a. Manusia memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.
b. Belajar akan menjadi signifikan bagi siswa bila meteri pelajarnyang disampaikan dirasakan oleh siswa memiliki relevansi dengan maksud, tujuan, dan pemikirannya.
c. Proses dan hasil belajar yang bermakna atau berarti bagi perkembangan serta pertumbuhan siswa akan diperoleh dengancara metode pembelajan.
d. Proses belajar akan semakin lancar apabila melibatkan siswa secara aktf dan membiarkan siswa ikut bertanggung jawab dalam proses belajar.
e. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi secara keseluruhan merupakan cara belajar yang akan memberiakan hasil mendalam dan lebih bermakna.
3. Bentuk model pembelajaran berdasarkan teori humanistik
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik cocok diterapkan pada meteri-materi pelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Penerapan teori humanistik dalam pendidikan modern atau kontemporer berdampak pada munculnya konsep dan beberapa model pembelajaran. Menurut Sri Rumini dkk. (2006:110-116) terdapat beberapa model bentuk pembelajaran modern sebagai berikut :
a. Confluent Education
Confluent Education merupakan model pembelajaran dalam pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif didalam kelas.
b. Open Education
Open Education merupakan proses pendidikan secara terbuka. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan dan kebebasan pada siswa untuk bergerak bebas di lingkungan kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri sesuai mianat dengan bimbingan dan pendampingan guru.
D. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus Bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). 
Dari perspektif konstruktivisme, belajar dipandang sebagai “ suatu proses pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dengan konflik antara model pribadi yang telah ada dan hasil pemahaman yang baru tentang dunia ini sebagai hasil konstruksinya, manusia adalah makhluk yang membuat makna melalui aktivitas sosial, dialog, dan debat.
Inti dari kegiatan pembelajaran dalam hal ini adalah penataan lingkungan belajar. Lingkungan belajar berarti tempat dimana si pembelajar dapat bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain, sebagaimana mereka menggunakan berbagai sarana dan sumber informasi dalam mencapai tujuan belajar dan aktivitas pemecahan masalah (Wilson, 1996). Sedangkan tujuan belajar menurut konstruktivis adalah menanamkan pada diri si pembelajar rasa tanggung jawab dan kemandirian, mampu mengembangkan studi, penyelidikan dan pemecahan masalah nyata, kebermaknaan dan berdasarkan situasi nyata, dan menggunakan aktivitas belajar dinamik yang dapat meningkatkan pada level operasi tingkat tinggi.
Menurut Eggen dan Kauchak (1997), ada empat ciri teori konstruktivisme :
1. Dalam proses belajar, individu mengembangkan pemahaman sendiri, bukan menerima pemahaman dari orang lain.
2. Proses belajar sangat tergantung pada pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya.
3. Belajar difasilitasi oleh interaksi sosial.
4. Belajar yang bermakna (meaningful learning) timbul dalam tugas-tugas belajar yang autentik.
Dari berbagai pandangan konstruktivisme yang ada,ada dua pandangan yang mendominasi, yaitu Individual Cognitive Contructivist dan Sociocultural Construktivist.
1. Teori Individual Cognitive Contructivist
Teori ini dikemukkan oleh Jean piaget (1977). Teori ini berfokus pada konstruksi internal individu terhadap pengetahuan (Fowler, Moshman, dalam Eggen & Kauchak, 1977). Cognitive Contructivist menekankan pada aktivitas belajar yang ditentukan oleh pembelajar dan berorientasi penemuan sendiri. Misalnya, guru matematika yang menggunakan perspektif ini akan berpandangan bahwa anak akan belajar fakta matematika lebih efektif jika mereka menemukan fakta tersebut sendiri atas dasar apa yang telah mereka ketahui, dibandingkan jika fakta tersebut disajikan oleh guru. Dengan demikian, belajar merupakan proses berorganisasi kognitif secara aktif (Duffy dan Cunningham, 1996).
Piaget memelopori gagasan konstruktivisme menurutnya, bahwa ekspose anak-anak pada dunia sekitarnya dan aktivitas-aktivitas mereka menyebabkan mereka menciptakan rintisan mental ke arah pandangan yang dikembangkan lebih utuh dan lebih baik.
Implikasi teori Piaget dalam praktek pendidikan dinyatakan dalam bentuk dua prinsip (Byrnes, 1996), yaitu :
a. Agar siswa mampu menciptakan struktur mental mereka, pertamanya harus diintenalisasikan schema-schema tindakan dengan melaksanakannya secara berulang-ulang untuk mencapai suatu tindakan.
b. Berpikir pada tiap level perkembangan memiliki ciri yang unik karenanya perlu dipertimbangkan ketika mendesain program pendidikan.
2. Teori Sociocultural Construktivist
Teori ini dikemukakan oleh Lev Vygotsky (Brunning dkk., 1995). Teori ini berpandnagan bahwa pengetahuan berada pada konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan Kauchak, 1997). Menurut Vygotsky, anak-anak hanya dapat belajar dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas bermakna dengan orang-orang yang lebih pandai. Strategi-strategi pembelajaran yang didasarkan pada teori Vygotsky ini menempatkan pembelajar dalam situasi dimana bahan pembelajaran yang diberikan berada dalam jangkauan perkembangan mereka.
Berkaitan dengan ini, Vygotsky mengemukakan sebuah konsep yang disebut Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah level kecakapan melebihi apa yang dapat dilakukan sendiri oleh anak didik dan menunjukkan rentang tugas belajar yang dapat dikerjakan jika dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang berkompeten.
Menurut Eggen dan Kauchak (1997), penerapan ZPD dalam pembelajaran mencakup tiga tugas, yaitu :
a. Pengukuran ZDP dilakukan dengan mengukur kemampuan siswa dalam memehami masalah yang realistik, proses ini disebut asssessment dinamik. Hal yang diukur mencakup : kemampuan berpikir, pengetahuan yang dimiliki, minat dan toleransi terhadap ambigusitas.
b. Pemilihan aktivitas belajar, maksudnya dengan menyesuaikan tugas-tugas belajar dengan level perkembangan siswa. Pembentukan pemahaman bersama dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : pemberian tugas pada konteks yang bermakna, dan melakukan dialog yang embantu siswa menganalisis masalah yang mereka hadapi.
c. Pemberian dukungan pembelajaran untuk membantu siswa melalui zonanya secara berhasil. Dalam pembelajaran ini menerapkan kosep scaffolding. Ada beberapa tipe scaffolding yang dapat diterapkan (Eggen dan Kauchak), yaitu modeling (menunjukkan cara menggambar), think aloud (memverbalisasi pemikiran), menggiring siswa, adaptasi bahan pembelajaran, prompt dan cue (dorongan dan isyarat).
Teori Vygotsky memiliki empat implikasi pendidikan yang utama (Byrnes, 1996), yaitu :
a. Guru harus bertindak sebagai scaffold yang memberikan bimbingan yang cukup untuk membantu anak-anak mencapai kemajuan.
b. Pembelajaran harus selalu berupaya “mempercepat” level penguasa terkini anak.
c. Untuk menginternalisasi keterampilan pada anak-anak, pembelajran harus berkembang dalam empat fase. Pada fase pertama, guru harus menjadi model dan memberikan komentar verbal mengenai apa yang mereka lakukan dan alasannya. Pada fase kedua, siswa harus berupaya mengimitasi apa yang dilakukan guru. Pada fase ketiga, guru harus mengurangi intervensinya secara progresif begitu siswa telah menguasai keterampilan tersebut. Keempat, guru dan siswa secara berulang-ulang mengambil peran secara bergiliran.
d. Anak-anak perlu berulang-ulang dihadapkan dengan konsep-konsep ilmiah agar konsep spontan mereka menjadi lebih akurat dan umum.

0 komentar

Posting Komentar