Senin, 06 Maret 2017

makalah bank syari'ah dan ekonomi syari'ah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian bank syariah dan ekonomi syariah?
2. Bagaimana sistem hukum ekonomi syariah?
3. Bagaimana perkembang bank syariah di indonesia?
4. Apa saja prodak-prodak bank syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERRTIAN
Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembagkan berlandaskan pada al-qur’an dan hadits.
Menurut Karnaen A. Perwataatmadja, bank syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai dengan prinsip-prinsip islam, yakni bank dengan tata cara operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah islam.
Bank sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan negara). Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya aktiva  produktif, dimana perbankan memberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan. menurut ketentuan bank indonesia adalah peneneman dana bank syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penentapan, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi serta sertifikat wadi’ah bank indonesia.
Ekonomi islam adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist yang mengatur urusan perekonomian umat manusia.  Tujuan ekonomi Islam menggunakan pendekatan antara lain: (a) konsumsi manusia dibatasi sampai tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. (b) alat pemuas kebutuhan manusia seimbang dengan tingkat kualitas agar ia mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang masih terpendam. (c) dalam pengetahuan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang ampuh.
Dalam kegiatan ekonomi, Islam mengakui adanya motif laba (profit), namun motif laba itu terkait atau dibatasi oleh syarat-syarat moral, sosial dan pembatasan diri, dan kalau batasan ini diikuti dan dilaksanakan dengan seksama akan merupakan suatu keseimbangan yang harmonis antara kepentian individu dan kepentingan masyarakat.  Oleh karena itu, ditemukan tiga asas filsafat hukum dalam ekonomi Islam yaitu sebagai berikut.
a) Semua yang ada dalam alam semesta, langit, bumi serta sumber-sumber alam lainya, bahkan harta kekayaan yang dikuasai oleh manusia adalah milik Allah, karena Dialah yang menciptakannya. semua Ciptaan Allah itu tunduk pada kehendak dan ketentuan-Nya (QS.Thaha ayat 6 dan QS. Al-maidah ayat 120). Manusia sebagai khalifah berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta itu untuk kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan lingkungannya.
b) Allah menciptakan manusia sebagai khalifah dengan alat perlengkapan yang sempurna, agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya di bumi. Semua makluk lain turutama flora dan fauna diciptakan Allah untuk manusia, agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup manusia dan kehidupannya (QS. Luqman ayat 20, QS. An-Nahl ayat 10-16, QS. Fatir ayat 27-28, QS. Az-Zumar ayat 21).
c) Beriman kepada hari kiamat dan hari pengadilan. Kekayaan pada hari kiamat merupakan asas penting dalam sistem ekonomi islam, karena dengan keyakinan itu, tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya termasuk tindakan ekonominya akan diminta pertanggungjawabanya oleh Allah. Pertanggungjawaban itu tidak hanya mengenai tingkah laku ekonominya saja, tetapi juga mengenai harta kekayaan yang diamanatkan Allah kepada manusia.
B. Sistem Hukum Ekonomi Syariah
Sistem hukum ekonomi syariah mencakup cara dan pelaksaan kegiatan yang berdasarkan prinsip syariah. Hal itu biasa disebut sistem hukum ekonomi islam. Ilmu ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi kerakyatan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Apabila diamati antara ilmu ekonomi hukun islam dengan ilmu ekonomi nonhukum islam maka ditemukan perbedaan yang mendasar, yaitu di situ pihak (ilmu ekonomi hukum islam) menghormati nilai-nilai kemauan hukum pencipta manusia yang tercantum di dalam Al-Qur’an yang kemudian diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sosial bermasyarakat, baik ketika hidup di Makkatul Mukarramah maupun di Madinatul Munawwarah.
Dalam ilmu hukum ekonomi nonsyariah masalah pilihan itu sangat btergantung pada perilaku masing-masing individu. Individu yang tidak memperhitungkan rambu-rambu hukum islam. Namun dalam ilmu nhukum ekonomi syariah tidak berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber yang bertentengan dengan nilai-nilai hukum islam. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan sturan ketetapan dalam kitab Suci Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhamaad SAW. Dalam hukum ekonomi syariah, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaanya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk. Oleh karena itu, suka atau tidak suka, ilmu hukum ekonomi syariah tidak dapat berdiri netral diantara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual miniman memabukkan dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem hukum nonsyariah. Namun, dalam hal ini tidak dimungkinkan oleh sistem hukum ekonomi syariah.
Undang-undang nomer. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama seperti diungkapkan di atas, telah disahkan oleh presiden Rebpublik Indonesia. Kelahiran undang-undang ini membawa implikasi besar terhadap perundang-undangan yang mengatur harta benda, bisnis dan perdagangan secara luas. Pada Pasal 49 poin i disebutkan dengan jelas bahwa pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
Dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah peerbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: (a) bank syariah, (b) lembaga keuangan mikro syariah, (c) asuransi syariah, (d) reasuransi syariah, (e) reksadana syaraiah, (f) obligasi syariah dan surat berharga berjangka mengeah syariah, (g) sekuritas syariah, (h) pembiayaan syariah, (i) pegadaian syariah, (j) dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan (k) bisnis syariah.
Amandemen peraturan perunadang-undangan dimaksud, membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi syariah di indonesia. Selain ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang hukum ekonomi syariah diselesaikan atau sengketa dalam bidang hukum ekonomi syariah diselesaikan di pengadilan negeri yang notabene belum bisa dianggap sebagai hukum syariah. Dalam praktiknya, sebelum amandemen undang-undang No. 7 Tahun 1989 dimaksud, penengakan hukum kontrak bisnis dilembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk wetboek (selanjutanya disebut BW), kitab undang-undang hukum sipil belanda yang dikonkordasi keberlakuaanya di tanah jajahan Hindia belanda sejak tahun 1854 ini, sehingga konsep perikatan dalam hukum islam tidak lagi berfungsi dalam praktik formalitas hukum dalam masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW.

C. Prodak Bank Syariah
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan. Yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi.  Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga funsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat.  Bank syariah harus memiliki sumber dana yang optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Di samping itu, sebagai bank syariah yang dituntut untuk mempraktikkan kaidah syariah islam, maka perlu diapahami terlebih dahulu dana masyarakat terdiri dari tiga jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham bank tersebut, dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dengan sistem Wadi’ah maupun yang diinvestasikan melalului bank dalam bentuk dana investasi khusus (mudharobah muqoiyadah) atau investasi terbatas (mudhorobah mutlaqah), serta dana zakat, infak, dan shodaqoh.
1. Modal
Modal merupakan dana (dalam bentuk pembelian saham) yang diserahkan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakat fi sahm asyi-syarikah atau equiti perticipation pada saham perseroan bank.
2. Titipan (Al-Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpun dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun prinsip yang sesuai dengan prinsip adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu, (1) Wadiah Yad Al-Amanah, (2) Wadiah Yad adh-Dhamanah.
3. Investasi (Mudharabah)
Mudharabah adalah akad antara pihak modal (Shahibul maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai midharib. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menaggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual bali maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.
Secara garis besar Mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah (General Investment)
Mudharib diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal. Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat , tujuan, maupun jenis usahanya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah tabungan dan deposito berjangka.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari Mudharabah muthlaqah, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang di investasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai batasan jenis usaha, tempat dan waktu saja. Dalam skim ini mudharib tidak diperkenankan untuk mencampurkannya dengan modal atau dana lain . Mudharabah nuqayyadah antara lain digunakan untuk investasi khusus dan reksa dana . Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Karakteristiknya.
a. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
b. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
c. Rekening khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
d. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
e. Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak.
f. Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Rukun Mudharabah :
- Ada pemilik dana
- Ada usaha yang akan bibagi-hasilkan
- Ada nisbah
- Ada ijab kabul
4. Dana dari ZIS
Dana ini peruntukannya jelas salah satu dari ciri khas bank syariah yaitu selain mengelola dan untuk kepentingan komersil, bank juga harus berfungsi sebagai pengelolaa dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial lainya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ).
2. Sistem Penyaluran Dana
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlihat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah.  Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asa dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyaluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan pada dua bentuk, yaitu:
a. Equite financing
Bentuk ini dibagi pula dalam pilihan skim mudharabah mutlaqoh/muqoiyadah atau dalam bentuk musyarakah.
1. Al-Mudharabah
Mudharabah yaitu suatu sistim perjanjian usaha antara pemilik modal dengan pengusaha, dimana pihak pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan usaha.  Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pad waktu pembiayaan akan ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk nisbah. Apabila terjadi kerugian dan kerugian tersebut merupakan konsekunsi bisnis (bukan penyelewengan atau keluar dari kesepakatan ) maka pihak penanggung dana akan menanggung kerugian managerial skill dan waktu serta kehilangan nisbah keuntungan bagi hasil yang diperolehnya.
Bank sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib, fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakti. Setelah jatuh tempo nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank. Dalam pelaksanaan kontrak mudharabah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang melainkan bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban resikonya (fullinvestmen ). Ketentuan umum yang berlaku dalam akad Mudharabah adalah:
- Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
- Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
- Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan / usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. Mudharabah Muqayyadah pada dasarnya sama dengan persyaratan diatas, perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal. Pada penerapan dalam pembiayaan mudhararabah mempunyai resiko yang relatif tinggi diantaranya:
- Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
- Lalai dan kesalahan yang disengaja
- Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah)satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2. Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dang dengan keuntungan anatara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan keuntungan di bagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.  Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut persentase yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalammi kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syariakat al-man, karena jenis syariakat ini yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. Produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya berneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepada rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang. Di indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan industri (manufakturing), usaha atas dasar kontrak dan lain sebagainya. Nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan buka untung-piutang. Kesalahan pada pembedaan jaminan menyebabkan kontrak fasad.
b. Debt Financing
Debt financing dalam teori meliputi objek- objek berupa pertukaran antara barang dengan barang ( barter ) , barang dengan uang, uang dengan barang, dann uang dengan uang. Dalam oprasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek yaitu peertukaran antara barang dengan uang dan uang dengan barang.
A. Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat dilaukan dengan skim jual beli (Ba’i) ataupun sewa-menyewa (ujrah) . Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola :
- Dilakukan untuk transfer of property
- Tingkat keuntungan bank ditentukan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut:
1. Bai’ al-murabah
skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang d sepakati. Dalam bai’ al-murobahah penjuak harus menentukan suatu tungkat keuntungan tambahanya (mark up). Margin keuntungan adalah selisih harga jual di kurangi harga asal yang merupakan pendapatan bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktu tertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murobahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahanya juga tergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukunya yang telah diterapkan.

Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
(1) Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli;
(2) Penjual dan pembeli hendaklah setuu dengan kadar untung atau tambahan harga yang diterapkan tanpa ada sedikit pun paksaan;
(3) Barang yang dijual belikan bukanlah barang ribawi;
(4) Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut prundangan islam;
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
(a) Penjual (ba’i);
(b) Pembeli (musytari);
(c) Barang (mabi’);
(d) Sighat dalam bentuk ijab qabul.
1. Bai’ Bithaman Ajil
Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal ini karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembiayaan yang ditangguhkan atau secara diangsur (al-taqsid).
Bai’ Bithaman Ajil (BBA) adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank islam dengan nasabah, dimana bank islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.  Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Pembiayaan ini berjangka waktu diatas satu tahun (long run financing ). Berdasarkan definisinya Bai’ Bithaman Ajil merupakan pengembangan atau second derivation dari Murabahah, Yang dapat dilihat dari unsur pembayarannya. Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah ):
a. Al-ijaroh
Konsep ini secara etimologi berarti upah atau sewa. Ahli hukum islam mendifisinikanya dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.  Konsep ini tidak sama dan tidak (muabbadan), sedangkan al-ijaroh akad ini dalam masa tertentu  (muaqkatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagai bentuk produk yang d letakkan pada skim pembiayaan, di antara caranya adalah:
a. Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapat penggunaan manfaat sesuatu harta di bawah elemen al-ijaroh.
b. Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.
b. Ijaroh wa iqtinan
Skim ini merupakan bentuk lain dari ijaroh dimana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karena lebih sederhana dari sisi sisi pembekuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
B. Uang Dengan Barang
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a. Bai’ As-salam ( In-front payment sale )
Skim ini secara terminology berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, pembayarannya dilakukan dimuka, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.  Allah SWT berfirman (Q. S. Al-Baqarah :282) yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara unai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Q. S. Al-Baqarah :282 )
Dalam masyarakat skim ini dikenal dengan jual beli atau inden. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Waktu penyerahan antara pihak bank dan nasabah telah disepakati bersama. Dalam prakteknya transaksi pembelian salam oleh bank selalu diikuti atau dibarengi dengan transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah lainnya ( salam pararel ),bank melakukan salam tidak untuk memiliki barang, barang tersebut dijual kembali untuk memperolehkeuntungan. Salam pararel berarti melaksanakan dua transaksi bai’salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dengan suplier atau pihak ketiga lainnya secara simultan.

b. Bai’ Al-Istina (Istina Sale )
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli (mustashni )dengan produsen/penjual (shani ) dimana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat (manufactured ) lebih dahulu dengan criteria yang jelas. Ketentuan dan aturannya mengikuti akad as-salam yang membedakannya adalah pada metode pembayaran sifat kontraknya, pembayaran lebih bersifat fleksibel, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan dating sesuai kesepakatan.
3. Jasa Layanan Perbankan
a. Alih Utang- Piutang Al-Hiwalah/ Transfer Service )
Hiwalah adalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya, Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Al-Wakalah
Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk untuk bertindak atas namapihak pertama.  Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya di terapkan dalam penerbitan letter of credit atau penerusan permintaan akan barang dalam negri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dan nasabah kepada pihak lain.
c. Rahn
Pembiayaan dengan memberikan jaminan atas pinjaman pinjaman yang telah diterimanya dari pihak perbankan. Barang yang digadai harus memiliki nilai yang sebanding dengan besarnya pinjaman, kepemilikan sendiri dan merupakan sector rill, serta dapat dikuasai oleh pihak bank, namun tidak untuk dimanfaatkan. Sebatas sebagai jaminan atas pembiayaan.
Dalam surat al-Baqarah ayat 283 “jika kamu dalam perjalanna (dan bermuamalah tidak secara tunai) sednagkan kamu tidak memperoleh seraogn penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan dipertegas dengan  beberapa hadis perihal gadai rahn (Mortage) yaitu sebagai berikut:
“Aisya r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. membeli makan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu, dan Muslim).
“Anas ra. Berkata, “Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no. 1927, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
“Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “apabila ada ternah digadaikan, punggunya boleh dinaiki (oleh orang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternah itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.”(HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’I, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn).
“Abu Hurairah ra. Berkata bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “barang yang digadai itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
Resiko wanprestasi yang terjadi dalam pembiayaan dengan gadai diatasi dengan penjualan barang jaminan atas perintah hakim. Dengan ketentuan ketika telah melakukan peneguran secara berkala minimal 3 kali, dan ditambah dengan melakukan negosiasi kembali oleh pihak perbankan kepada nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk menutupi kekurangan daripada pengganti atas pembiayaan yang didapat. Ketika terjadi kelebihan atas penjualan maka dikembalikan kepada si pemilik barang jaminan tersebut.
d. Al-Qardh
Merupakan transaksi pembiayaan yang diberikan perbankan kepada nasabah dengan tanpa mengharapkan imbalan. Dikategorikan sebagai aqd tathawwui atau akan saling membantu dan bukan komersial.
Aplikasi pembiayaan qard dalam perbankan meliputi:
1.      Pinjaman talangan haji.
2.      Jaminan tunai (cash advanced)
3.      Jaminan kepada pengusaha kecil
4.      Pinjaman kepada pengurus bank,
Landasan hokum pembiayaan qard (soft and benevolent loan) terdapat dalam al-quran dan beberapa hadis yaitu:
“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasa) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”(QS. Al-Hadid: 11).
“Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi).
“Anas Bin malik berkata bahwa rasulullah berkata, “aku melihat kepada waktu malam di Isra’-kan, pada pintu surge tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan belas kali, aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah?” ia menjawab, karena peminta-minta suatu dan ia punya, sedangkan yang meminjamkan tidka akan meminjam kecuali karena keperluan”(HR. Ibnu Majah no. 2422, kitab ahkam, dan baihaqi).
e. khafalah
Merupakan pembiayaan dengan pengalihan tanggung jawab kewajiban pembayaran orang kedua dalam hal ini nasabah atas orang ketiga (jasa atau objek) dengan jaminan pelaksanaan yang akan dilakukan oleh orang pertama (bank). Dan dalam pelaksanaan kegiatan ini si  pemberi jasa berhak mendapatkan ganti rugi atas biaya jasa yang dikeluarkan atau diberikan.
Landasan pembiayaan kafalah ini yaitu berdasarkan al-quran dan hadis.
”penyebu-penyebu itu berseru, “kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikkannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan akan menjamin terhadapnya”(QS. Yusuf: 72).
Bentuk jaminan atas kafalah dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari.
“telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dihalatkan)… Rasulullah bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah).
Beberapa macam kafalah yang dilakukan oleh perbankan yaitu meliputi:
1. Kafalah bin Nafs
Merupakan pemberian jaminan atas diri (personal).
2. Kafalah bil Mal
Merupakan jaminan pembayaran atas perlunasan utang atau barang.
3.  Kafalah bit-Taslim
Merupakan penjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
4.  Kafalah al-Munjazah
Merupakan jaminan mut lak yang tidak adanya batas jangka waktu dan kepengingan/tujuan tertentu.
5.  Kafalah al-Muallaqah
Merupakan jaminan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi.
f. Ju’alah
Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepda pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabar, seperti refensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.
g. Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara uang dengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Bank Syariah
Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembagkan berlandaskan pada al-qur’an dan hadits.
2. Ekonomi Islam
Ekonomi islam adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist yang mengatur urusan perekonomian umat manusia. Tujuan ekonomi Islam menggunakan pendekatan antara lain: (a) konsumsi manusia dibatasi sampai tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. (b) alat pemuas kebutuhan manusia seimbang dengan tingkat kualitas agar ia mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang masih terpendam; (c) dalam pengetahuan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang ampuh.
3. Sistem Hukum Ekonomi Syariah
Sistem hukum ekonomi syariah mencakup cara dan pelaksaan kegiatan yang berdasarkan prinsip syariah. Hal itu biasa disebut sistem hukum ekonomi islam. Ilmu ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi kerakyatan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Apabila diamati antara ilmu ekonomi hukun islam dengan ilmu ekonomi nonhukum islam maka ditemukan perbedaan yang mendasar, yaitu di situ pihak (ilmu ekonomi hukum islam) menghormati nilai-nilai kemauan hukum pencipta manusia yang tercantum di dalam Al-Qur’an yang kemudian diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sosial bermasyarakat, baik ketika hidup di Makkatul Mukarramah maupun di Madinatul Munawwarah.
4. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan bank syariah di Indonesia secara umum cukup menggembirakan. Ini ditandai dengan semakin dikenalnya bank syariah secara nasional maupun bila dilihat dari kinerja bank syariah nasional yang selalu mendapatkan laba. Menurut Ihsan Mojo, peneliti INDEF, perkembangan bank syariah di Indonesia telah on the track.
Semakin berkembangnya bank syariah di Indonesia dan dunia tentu saja disebabkan oleh keperkasaan bank syariah ketika menghadapi krisis keuangan. baik krisis keuangan tahun 1997 maupun krisis keuangan tahun 2009. Fakta memperlihatkan, disaat banyaknya bank konvensional yang kolaps ketika menghadapi krisis, bank syariah justru menangguk laba.
Tetapi tentu saja perkembangan yang on the track saja tidak cukup. sebab ternyata, dari tahun 1991 sampai tahun 2010, data dari Surabaya Post menunjukkan di Indonesia hanya terdapat 7 bank syariah, ( bandingkan dengan jumlah bank konvensional yang berjumlah sekitar 100an). Fakta ini memperlihatkan adanya ketimpangan pertumbuhan kuantitas bank syariah dan bank konvensional.
5. Prodak Bank Syariah
a. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan. Yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi.  Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga funsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
b. Sistem Penyaluran Dana
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlihat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah.  Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asa dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyaluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan pada dua bentuk, yaitu:
1. Equity Financing
2. Debt financing
c. Jasa Layanan Perbankan
1. Al-walakalah
2. Kafalah
3. Hawalah
4. Ju’alah
5. Rahn
6. Al-Qardh
7. Sharf
B. SARAN
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis banyak berharap kepada para pembaca agar memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini  dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFATAR PESTAKA
Karnaen Perwataatmadja,  Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta:  PT. Dana Bhakta wakaf.
Zalnuddin, Hukum Ekonomi Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika.
Halide, Majalah, Mimbar Ummi, 1982
Syafruddin Prawinegara, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Publicita, 2002.
Sunaryati Haryono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:  Alumni,  1991.
Anonim,https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=234780803301751&id=201408339972331, diunduh pada Tanggal 28 Februari 2017 Pukul 02.19 WIB
John M Keynes, The General Theory of Employment, inverest and  Money, New york: Harcort Brace, 1936.
Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, konsep produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Cet. 1. Jakarta: Djambatan, 2001.
Muhamad , Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Karnaen Perwataatmadja, Mohamad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf , 1992.
Warkum sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMI dan Takaful di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-3
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam-Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Zainul Arifin, Produk Perbankan syariah dan prospeknya di indonesia, Jurnal Hukum bisnis (Agsutus 2002).
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, Jakarata: Gema Insani Pers, 2001.

0 komentar

Posting Komentar