BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar BelakangKemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warganya. Semakin tinggi kesadaran hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, jika kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah, yang berlaku di sana adalah hukum rimba. Indonesia adalah negara hukum. Dalam hidup di lingkungan masyarakat tidak lepas dari aturan-aturan yang berlaku, baik aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Aturan-aturan tersebut harus ditaati sepenuhnya. Adanya aturan tersebut adalah agar tercipta kemakmuran dan keadilan dalam lingkungan masyarakat.
B.Rumusan Masalah
1.Apa Pengertian hukum Adat ?
2.Apa Pengertian kesadaran Hukum ?
3.Bagaimanakah kesadaran hukum masayaratkat terhadap hukum adat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Hukum AdatHukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.
Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.
Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura : sebagai lanjutan kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat.
Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi.
Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama Aceh yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga masyarakat.
Syekh Jalaluddin menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
B.Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum dalam arti sempit adalah “apa yang diketahui orang tentang apa yang demi hukum harus dilakukan, dan tak harus dilakukan” disini, sadar diartikan sebagai ‘menjadi tahu’. Dalam artinya yang lebih luas, kesadaran hukum meliput tidak hanya fenomena ‘sudah menjadi tahu,. Akan tetapi juga lebih lanjut menjadi sudah berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum. Dengan perkataan lain, dalam arti yang lebih luas ini, apa yang disebut kesadaran itu tidak hanya akan meliputi dimensi koknitif dan dimensi afektif.
Kesadaran dalam arti yang sempit terjadi karena proses pengkabaran, pemberitahuan, dan pengajaran lewat proses–proses ini orang menjadi tahu isi normative yang terkandung dalam kaidah–kaidah hukum. Dan sehubungan dengan itu, ia akan segera menyesuaikan segala perilakunya ketuntutan – tuntutan kaidah. Proses pengkabaran dan pengajaran semacam ini acap kali berlanjut dalam rupa proses pendidikan, ialah proses pembangkitan rasa patuh, dan setia. Pendidikan tidak hanya menanamkan pengetahuan baru saja akan tetapi juga hendak menggugah perasaan afeksi dan membentuk sikap positif. Lewat proses lanjutan ini, diharapkan akan dapat dibangkitkan rasa taat yang ikhlas warga masyarakat kepada hukum dan apabila kepatuhan yang ikhlas ini dapat terujud, maka hukum pun akan dapat bekerja dengan efektif tanpa perlu memboros – boroskan sanksi.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut.
Peranan hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.
Hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat, meskipun harus dipaksa. Namun demikian masyarakat kita tidak sepenuhnya memahami tujuan dari hukum tersebut, maka timbul ketidak sadaran dan ketidak taatanhukum. Hukum merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pada umumnya manusia adalah mahluk berbudaya, memiliki pola pikir dalam menghargai kebudayanya.
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah :
1.Adanya ketidak pastian hukum;
2.Peraturan-peraturan bersifat statis;
3.Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku.
C.Kesadaran Masyarakat Terhadap Hukum Adat
Pada masyarakat dengan kebudayaan dan struktur sosial yang sederhana, maka hukum timbul dan tumbuh sejalan dengan pengalaman warga masyarakat didalam proses interaksi sosial. Di dalam sosiologis, masalah kepatuhan terhadap kaidah-kaidah telah menjadi pokok permasalahan, yang pada umumnya menjadi pusat perhatian adalah dasar- dasar dari kepatuhan tersebut. Dengan adanya masalah kesadaran hukum yang sebenarnya merupakan masalah nilai-nilai, maka kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya. Hukum adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang sangat kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya pada masyarakat yang mendukung hukum adat tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya.
Menurut Ter Haar bahwa di dalam mengambil keputusan di dalam hukum adat, harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum, kenyataan sosial dan prikemanusiaan .
BAB III
PENUTUP
A.kesimpulanHukum adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem sedangkan kesadaran hukum itu merupakan kesadaran yang tidak hanya akan meliputi dimensi koknitif dan dimensi afektif, namun lebih luas dari itu.
Kesadaran hukum adat adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya.
0 komentar
Posting Komentar