Selasa, 02 Mei 2017

Menanti Kembalinya Kejayaan Agama Sang Mujtaba Dan Etika Sosial Dalam Islam

Abstrak
Setiap peradaban pasti memiliki kontribusi dalam proses perkembangan budaya maupun sosial masyarakat. Begitu pula dengan peradaban islam yang telah lama berkembang. Seperti peradaban yang lain, islam juga mengalami beberapa periode dalam perkembangannya. Periode dimana para filsuf dan ilmuwan islam memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan peradaban islam sendiri. Disaat bangsa barat tengah mengalami masa kelam (dark ages), peradaban islam sendiri mencapai puncaknya dengan menemukan penemuan-penemuan yang dipelopori oleh ilmuwan islam. Selain itu masyarakat pada waktu itu juga menjaga tradisi mereka dengan baik.
Kata kunci : Peradaban, Islam , Budaya.
A. Pendahuluan
Munculnya pemikiran islam sebagai salah satau faktor kelahiran peradaban islam pada dasarnya sudah ada sejak zaman Khulfaur Rasyidin atau dengan kata lain, ketika dipimpin oleh para sahabat-sahabat Rasulullah. Kemudian mulai berkembang pada masa Dinasti Umayyah dan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah. Namun setelah kemunduran Dinasti Abbasiyah, perkembangan dan kemajuan peradaban islam kian menurun. Hal ini dikarenakan pemikiran para filsuf pada kala itu kurang berkembang.
Masa kejayaan islam menjadi salah satu faktor menculnya era Rennaisance bagi bangsa barat. Bangsa barat memulai kemajuannya ketika meninggalkan ajaran-ajaran yang telah lama dianut, yakni ajaran dari Gereja. Mereka menilai bahwa ajaran gereja sangat jauh berbeda dengan tujuan bangsa barat sendiri. Dominasi ajaran gereja abad pertengahan pada masa itu meniadakan peran akal dalam ilmu pengetahuan, yang berujung pada kemunduran bangsa barat. Namun disisi lain ajaran islam memberikan ruang terbuka untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap ilmuwan ataupun filsuf muslim pada kala itu. Agama islam sendiri juga mendukung para ilmuwan dan filsuf untuk melakukan observasi-observasi yang dinilai penting guna menemukan suatu penemuan yang dapat membuat perkembangan agama islam lebih dominan.
Melalui gerakan pemikiran islam, muncullah disiplin ilmu-ilmu agama, seperti ilmu yang mempelajari Al Qur’an, ilmu qira’at, ilmu Hadits, ilmu Kalam/teologi dan lain-lain. Disamping ilmu-ilmu agama, berkembang pula ilmu-ilmu sosial dan eksakta. Seperti ilmu filsafat, matematika, bahasa, aljabar. Geografi dan masih banyak lagi. Masa kejayaan islam mencapai pada puncaknya ialah ketika pada masa Dinasti Abbasiyah. Lebih tepatnya ialah pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al- Makmun (813-833 M). Pada masa keduanya peradaban islam dalam keadaan yang makmur dan mempunyai kekayaan yang melimpah. Kekuaasaannya pun tidak bisa diremehkan, yakni dari Afrika Utara sampai ke India.
B. Pembahasan
1. Periodisasi Sejarah Islam
Secara umum perkembangan peradaban islam terdapat tiga periode, yaitu periode klasik (650-1250 M). Periode pertengahan yaitu sekitar (1250 sampai 1800 M), dan periode modern yaitu sekitar 1800 hingga sekarang.
Pada periode klasik (650-1250 M) ini dimulai sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai didudukinya Baghdad oleh Hulagu Khan. Adapun yang menjadi ciri periode ini, dengan mengabaikan adanya dinasti-dinasti yang tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala negara (khalifah) tetap dijabat oleh seorang dan dianggap sebagai pemimpin tertinggi negara walaupun hanya sekedar simbol. Dinasti Umayyah barat, tepatnya di Spanyol, dibawah Abd Ar-Rahman pada tahun 756 M, membentuk suatu khilafah tersendiri. Dinasti Umayyah Spanyol ini dapat mempertahankan kekuasaanya sampai tahun 1031 M.
Pada periode pertengahan (1250-1800 M) ditandai dengan jatuhnya baghdad sampai ke penghujung abad 17. Zaman ini diawali dengan kemajuan bidang politik tiga kerajaan besar yaitu : Usmaniyah, Syafawiyah, dan Mughal di India. Kekuasaan Usmaniyah meliputi Asia kecil, Eropa Timur sampai ke benteng Wina, Afrika Utara, termasuk negeri Sudan, dan Somali, Jazirah Arab, negeri Syam,termasuk Armenia dan Azerbayen, ibu kota kekuasaannya Konstantinopel (Istambul). Sedangkan kekuasaan Syafawi ada di sebelah Barat berbatasan dengan daerah kekuasaan Usmaniyah, kerajaan Syafawi menguasai daerah Irak, Iran, Afghanistan dan Khurosan dan di Tenggara berbatasan dengan daerah Mughal di India. Sementara itu Mughal di India daerah kekuasaannya meliputi Pakistan, India dan Bangladesh zaman sekarang.
Pada periode pertengahan di bagi dalam dua masa. Masa yang pertama yaitu masa kemunduran, di mana pada zaman ini Jengiz Khan dan keturunannya datang menghancurkan dunia Islam. Di zaman ini dunia Islam terbagi ke dalam dua bagian, yaitu bagian Arab yang terdiri atas semenanjung Arabiah, Irak, Suriah, Palestina, Mesir, Afrika Utar, dan Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya dan bagian Persia yang terdiri atas daerah Balkan, Turki, Persia, Turkistan, dan India dengan Persia sebagai pusatnya. Pada zaman ini pula terjadi kehancuran khalifah secara formal, Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan dan ini berlaku sampai kerajaan Usmani mengangkat khalifah baru di Istambul pada abad ke-16.Masa yang kedua adalah masa tiga kerajaan besar islam yaitu kerajaan Safawi di Persia (1301 M-1707 M), kerajaan Turki Usmani (1290 M-1922 M) dan Kerajaan Mughal (1526-1858 M) di India. Masing-masing dari ketiga kerajaan besar ini mempunyai masa kejayaan sendiri, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Pada zaman inilah mulai muncul literatur dalam bahasa Turki, sedangkan di India bahasa Urdu juga meningkat menjadi bahasa literatur dan menggantikan bahasa Persia, yang sebelumnya dipakai di kalangan istana sultan- sultan di Delhi.
Kerajaan Mughal di India berdiri pada tahun 1526-1858 M. Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Kerajaan ini berpusat di india dengan ibukota pemerintahan di Delhi. Kerajaan ini dapat bertahan selama kurang dari tiga setengah abad, dan berhasil menguasai wilayah yang mayoritas penduduknya adalah hindu, sementara umat Islam hanyalah minoritas. Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam.
Sedangkan pada periode modern dimulai abad ke-18. Ciri periode ini ialah seluruh wilayah kekuasaan Islam, baik langsung ataupun tidak langsung telah berada dibawah cengkeraman penjajahan Barat, sampai kemudian setelah perang dunia ke-2 kembali memperoleh kemerdekaannya. Dalam periode ini umat islam berkenalan langsung dengan kebudayaan Barat. Perkenalan dengan kebudayaan Barat ini khususnya dalam bidang kebudayaan dan teknologi telah menggugah kembali semangat untuk menggelorakan kembali api Islam yang seakan-akan telah padam. Di samping itu, dalam periode ini pula bangkitnya semangat nasionalisme pada bangsa-bangsa yang terjajah. Patut dicatat bahwa wilayah Islam tidaklah dijajah oleh hanya satu bangsa barat. Hampir semua bangsa Barat saling berupaya untuk menjajah Timur, yang paling besar di antarannya ialah Inggris, Prancis , Italia dan Jerman.
2. Perkembangan Pemikiran dan Peradaban
Dalam hal ini, perkembangan pemikiran ataupun peradaban saling melengkapi satu sama lain, dengan kata lain ketika perkembangan pemikiran agama islam pada saat itu mengalami puncaknya. Maka hal tersebut akan melahirkan peradaban yang baik pula. Demikian sebaliknya jika perkembangan pada peradaban juga mencapai puncaknya, maka hal tersebut akan melahirkan pemikiran-pemikiran yang baik.
Perkembangan pemikiran islam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain. Pertama: : sebagai suatu usaha atau jalan untuk mengambil ajaran-ajaran atau intisari dalam hal hubungan manusia dengan tuhan melalui proses ibadah. Selain ibadah, hubungan sesama manusia seperti, sosial, muamalah, ekonomi, politik dan lain-lain. Kedua: yakni sebagai usaha untuk mencari jalan keluar ketika dihadapkan oleh beberapa persoalan yang menyangkut kemasyarakatan, atau dapat pula untuk memperbaiki perbuatan tertentu berdasarkan ajaran agama islam. Ketiga: sebagai sebagai alat untuk menyesuaikan antara prinsip-prinsip atau ajaran-ajaran agama islam dengan pemikiran lain (luar islam) yang tengah berkembang dan sewaktu-waktu dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat muslim. Keempat : sebagai alat untuk mempertahankan kemurnian dan keaslian ajaran islam dengan menolak kaidah atau kepercayaan lain yang bertentangan dan bertujuan untuk menodai agama islam. Kelima: untuk menjaga keutuhan prinsip-prinsip agama islam, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw untuk dilaksanakan dan diterapkan oleh seluruh umatnya.
Perkembangan pemikiran dan peradaban islam mencapai puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah. Hal ini dapat dicapai karena beberapa faktor, yakni. Pertama : keterbukaan dalam hal pemikiran, hal ini jelas berbeda dengan masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Dimana pada masa itu, pemerintahan Umayyah sangat membatasi diri dengan pihak luar, seakan bersifat tertetup. Kedua: kecintaan pada ilmu pengetahuan sangatlah tinggi. Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan banyak diperlajari oleh pemikir islam. Ketiga : sikap toleran dan akomodatif (dapat menyesuaikan diri).
Dinasti abbasiyah sendiri dikenal dengan peradaban yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Kemajuan peradaban dan kultur pada masa Dinasti Abbasiyah bukan hanya identik dengan masa keemasan Islam, namun juga merupakan masa kegemilangan kemajuan peradaban dunia (M.Abdul Karim, 2009: 172). Salah satu indikator kemajuan peradaban adalah adanya capaian tingkat ilmu pengetahuan yang sangat tinggi. Di antara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal adalah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Mada’in, Jundeshahpur dan lainnya. Puncak keemasan peradaban islam pada dinasti Abbasiyah tidak semata-mata karena usaha dari Bani Abbasiyah sendiri, sebagian besar berasal sejak berdirinya agama islam sendiri. Misalnya : perkembangan lembaga pendidikan, dimana pada masa itu terdapat 2 tingkatan. Pertama, yaitu maktab dan masjid. Tingkatan ini berada pada tingkatan yang terendah, karena pada tingkatan ini anak-anak belajar agama islam berawal dari yang terendah. Kedua, yaitu tingkatan pendalaman materi, dengan kata lain remaja pada tingkatan ini mulai belajar mendalami agama islam dengan pergi kekota lain. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan juga berfungsi sebagai universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
3. Etika Sosial dalam Islam
Islam sebagai salah satu agama terbesar dunia, tidak hanya diatur bagaimana cara berhubungan antara makhluk dengan sang Penciptanya, melainkan diatur pula bagaimana cara berhubungan dengan sesama makhluk Allah yang lainnya. Semua ciptaan Allah SWT pasti memiliki ciri khas masing- masing, maka sebab itu Allah menciptakan makhluknya berbeda-beda, ada yang berkulit hitam, berkulit putih, berwajah rupawan, pintar, cerdas, dan lain-lain. Bahkan, perbedaan tersebut tidak hanya sebatas dari segi fisik semata, perbedaan tersebut pun dapat dijumpai dalam hal keyakinan dan kepercayaan. Perbedaan ini sudah menjadi ketetapana Allah yang tidak mungkin terbantahkan,
Dalam menjalin sebuah relationship diantara sesama  manusia, tentu tidak hanya didapatkan sebuah ikatan bernilai positif atau negatif. Sebuah ikatan sosial, apabila dilakukan secara professional dan bernilai positif tentunya akan membawa kepada perdamaian universal, sebagaimana yang dicontohkan rasulullah ketika pada masa awal-awal berdakwah. Sikap positif rasul ketika berdakwah, membawa hasil luar biasa, dimana hampir masyarakat arab yang dulunya menolak eksistensi keberadaan agama Islam sebagai agama baru, berangsur-angsur sirna, dan berganti kepada penerimaan masyarakat arab secara besar-besaran akan keberadaan Islam. Dalam etika sosial ada beberapa point yang sangat penting untuk diterapkan, antara lain :
A. Persaudaraan Sosial
Persaudaraan Sosial diartikan sebagai ikatan yang terjalin antara sesama manusia. Namun ikatana disini tidak dibatasi dengan perbedaan kepercayaan, maksutnya adalah meskipun kita berbeda agama dengan orang lain, maka bukan tidak mungkin kita masih bisa menjalin persaudaraan yang baik dan bermanfaat. Asalkan tidak melanggar syariat-syariat dari masing-masing agama. Nah didalam proses menjalin persaudaraan sosial pasti akan memerlukan beberapa hal, misalnya :
1. Knowing each other
Mengenal disini tidak hanya dikhususkan kepada sesama muslim, melainkan juga kepada mereka yang berbeda keyakinan dengan seorang muslim. Dengan mengenal orang lain, maka seseorang dapat belajar memahami perbedaan.
2. Understanding each other
Ketika dalam menjalin hubungan sosial dengan sesama muslim maupun non-muslim, Pasti akan sangat diperlukan sifat memahami dan mengerti satu sama lain. Seseorang yang   tidak memiliki atau menerapkan sifat ini, pasti akan sangat kesulitan ketika ingin menjalin hubungan sosial dengan  orang lain. Sikap saling menghargai dan saling mengerti ini dapat pula disebut dengan sikap toleran.
3. Care each other
Sifat ini akan menjadi sangat berarti jika di dalam penerapannya tidak memandang agama sebagai suatu penghalang untuk peduli terhadap kesusahan orang lain. Bahkan, sikap ini menjadi sesuatu yang lebih indah apabila kepedulian ini tidak hanya sebatas kepada sesama manusia, melainkan diterapkan juga kepada makhluk Allah yang lain.
4. Help each other
Maksud saling membantu disini tentulah bukan saling membantu dalam hal yang merugikan orang lain maupun diri sendiri, melainkan tolong-menolong disini adalah membantu sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan Allah sendiri pun tidak melarang untuk saling membantu bahkan dengan mereka yang berbeda keyakinan sekalipun.
B. Interaksi Sosial dalam Islam
Interaksi sosial menjadi sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, tanpa adanya interaksi sosial maka manusia tidak akan bisa menjalani kehidupannya dengan baik. Interaksi sosial melibatkan dua orang atau lebih yang saling bertemu. Menurut Gillin, seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sebuah interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yakni adanya social contact dan komunikasi. Interaksi sosial tidak akan terjadi jika hanya sekedar bertemu dan bersikap acuh-tak acuh, melainkan interaksi sosial juga mengharuskan membantu sesama makhluk hidup, bergotong-royong dan saling peduli dengan sesama.
Begitu pula dengan Islam, Islam mengajarkan kita untuk saling membantu dan saling peduli dengan sesama. Islam tidak semata-mata melarang umat nya untuk berinteraksi dengan umat agama lain, tetapi justru mendukung untuk berinteraksi dengan orang lain meskipun itu berbeda keyakinan. Perbedaan bukanlah sebuah halangan untuk mencapai tujuan bersama, yakni perdamaian. Islam dengan jelas menjelaskan untuk tolong menolong dengan sesama, hal ini berdasarkan  Qs. Al Maidah 5:2. Yang artinya “Hendaklah kamu tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam hal perbuatan dosa dan permusuhan.Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam Hukuman-Nya”.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup sendirian, meskipun ia memiliki harta yang berlimpah, namun tanpa adanya orang lain ia tidak akan bisa hidup bahagia. Sebagai makhluk social pula manusia membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, social, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Secara umum perkembangan peradaban Islam terdapat tiga periode, yaitu periode klasik (650-1250 M). Periode pertengahan yaitu sekitar (1250 sampai 1800 M), dan periode modern yaitu sekitar 1800 hingga sekarang. Perkembangan dan peradaban islam yang terjadi pada masa Bani Abbasiyah tidak semata-mata karena usaha dari Bani Abbasiyah sendiri, melaikan peran dari kerajaan islam pada masa sebelumnya juga merupakan salah satu faktor perkembangan dan peradaban dapat mencapai puncaknya. Etika sosial tidak hanya berbicara tentang hubungan umat islam, melainkan juga berisi tentang tolong menolong terhadap sesama makhluk ciptaan Allah Swt. Toleransi dan sikap saling menghargai menjadi salah satu upaya terbaik yang harus dilakukan manusia, untuk menyikapi perbedaan, demi tercapainya perdamaian dan kebahagiaan yang bersifat universal, sebuah keinginan dan harapan nyata mengapa Islam dikatakan sebagai agama rahmat seluruh alam.

0 komentar

Posting Komentar