Rabu, 20 September 2017

Kesadaran Individu Terhadap Bahaya Dan Hukum Minuman Keras Menurut Interaksionalisme Simbolik

B.1 Tinjauan Teoritis
Herbert Blumer lahir di St. Louis, Missouri pada 7 maret 1990. Setelah menyelesaikan gelar doktoral pada tahun 1928, ia menerima posisi mengajar di universitas Chicago, di mana ia melanjutkan penelitianya sendiri  dan karya George Herbert Mead tentang interaksionalisme simbolik. Herbert Blumer mencoba untuk melakukan rekontruksi terhadap interaksionalisme simbolik yang tetap mengacu pada tradisi keilmuan yang telah diritis oleh George Herbert Mead gurunya tersebut. Dalam melakukan proses rekontruksi  dan proses pengembangan gagasan george herbert mead tersebut , Blumer  melakukanya selama 25 tahun.
Herbert Blumer percaya bahwa individu mampu menciptakan realitas sosial mereka sendiri melalui tindakan kolektif dan individual. Oleh sebab itu ia memiliki pandangan bahwa penciptaan realitas sosial yang  dilakukan aktor merupakan proses yang beresinambungan. Walaupun demikian , banyak kalangan yang melakukan penelitian dengan sudut pandang penelitia sosial positivistik terhadap interksionalisme simbolik , ahirnya banyak memunculkan kritik terhadapnya. Pada kerangka ini Blumer menegaskan bahwa metode penelitian sosiologi yang valid terhadap fenomena interaksi sosial dilakukan dengan basis observasi naturalistik dan partisipatif mendalam. Hal ini mengindikasikan bahwa aktor memiliki kedudukan yang snagt urgen dalam realitas sosial.
Selain dengan pandangan tersebut berbeda dengan endekatan struktural  fungsional yang memiliki pandangan tindakan manusia lebih di tentukan oleh struktur masyarakat yang berada di luar kedirianya, interaksionalisme simbolik berpendapat bahwa tindakan manusia di tentukan oleh makna yang ada pada dirinya. Makna tersebut berasal dari proses interpretasi seseorang terhadap berbagai obyek di luar dirinya ketika interaksii berlangsung. Dengan demikian makna tersebut bersifat labil dan temporer yang setiap saat memilikikecenderungan untuk erubah dan memiliki alur mutual yang  terjadi antara diri (self) dan pikiran ( mind) dan realitas sosial. Dengan demikian masyarakat bukan sesuatu yang statis “di luar sana” yang terus menerus mempengaruhi dan membentuk diri sang aktor, namun pada hakikat nya merupakan sebuah oroses interaksi yang bersifat mutual. Individu bukan hanya memiliki pikiran namun juga diri yang bukan sebuah entitas psikologi, namun sebuah aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu keseluruhan proses interaksi tersebut bersiat simbolik, dimana makna-makna dibentuk dari akal udi manusia itu sendiri. Bagi lumer manusia bertindak bukan hanya faktor eksternal dan internal saja namun individu juga mampu melakukan atau memberi arti , menilai memutuskan untuk bertindak berdasarkan referensi yang mengelilinginya tersebut.
B.1.1 Prespektif dan Metode
 Herbert Blumer mengemukakan interaksionalisme simbolik  sebagai suatu perspektif  yang bertumpu pada tiga premis yang masing-masing membentuk anatomi teoritik tersendiri dan terintegrasi dalam satu kajian masing-masing premis tersebut , antara lain:
a) Manusia bertindak tehadap sesuatu berdasarkan makna –makna yang ada pada sesuatu itu  bagi mereka , ini menunjukan bahwa tindakan individu sangat tergantung pada pemaknaan terhadap sessuatu obyek makna berasal pada pikiran individu bukan melekat pada suatu obyek atau sesuatu yang inheran dalam obyek tetapi oleh individu itu sendiri. Dengan demikian secara fundamental individu bertindak terhadap sesuatu berdasarkan pada makna yang diberikan terhadap sesuatuitu tersebut pada kerangka ini “makna” bisa diartikan sebagai hubungan antara lambang bunyi dengan acuanya makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang di peroleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.
b) Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seorang dengan yang lain, artinya makna muncul dari dalam diri aktor dengan adanya interaksi dengan aktor yang lain. Walaupun makna muncul dari pikiran masing-masing tetapi hal ini tidak muncul atau ada begitu saja, tetapi muncul melalui pengamatan terhadap individu-individu lain yang sudah lebih dulu mengetahuinya. Artinya , bagi seriap aktor , makna sesuatu berasal dari cara-cara aktor lain bertindak terhadapnya dalam kaitanya dengan sesuatu. Diri sanga aktor berinteraksi antara aktor satu dengan lainya melalui proses menginterpetasi atau mengidentifikasi tindakan dari masing0masing aktor tersebut, bukan hanya bereaksi  terhadap tindakan masing-masing aktor melainkan didasarkan pada makna yang melekat atau muncul pada tindkan diri mereka tersebut. Dengan demikian interaksi sosial atara subyek (aktor) dimediasi oleh pengunaan simbol-simbol dan makna , penafsiran atau preses memastikan makna tindakan  antara masing-masing aktor yang ahirnya memunculkan tindakan sosial antara mereka.
c) Makna-makna telah disempurnakan ketika proses sosial sedang berlangsung, artinya bahwa makna bukan sesuatu yang final tetapi terus-menerus dalam poses pemaknaan yang “menjadi”  . Dalam hal ini diri sang aktor perlu untuk memiliki kejelian dalam menilai simbol yang diperlihatkan orang lain supaya mampu untuk meng antisipasi tindakan orang lain tersebut. Artinya, makna diperlukan melalui proes penafsiran, yang digunakan oleh diri sang aktor dalam menghadapi suatu yang di jumpai. Pada aspek ini sang aktor akan berdalog dengan dirinya sendiri pada kerangka ini diri bisa menjadi subyek maupun obyek dan memilah-milah makna untuk penyesuain dengan stimulus isyarat yang dimunculkan dirinya yang lain. Pada kerangka ini terdapat proses berpikir sebagi bentuk dari percakapan batin ,pada pandangan George Herbert Mead proses ini disebut dengan dialogue Minding yang merupakan keterlambatan diri sang aktor dalam proses pemikirang yang terjadi ketika oang berpikir tentang apa yang akan mereka lakukan pada proses selanjutnya.

Dari tiga premis tersebut terhadap bentuk kelangengan pemaknaan dalam interksionalisme simbolik yaitu tindkan sosial diri, tidak berdiri statis menunggu stimulus yang muncul terhadap diriny, namun tindakan sosial tersebut berdiri tegak dalam bingkai dialetika mutual antara diri dan realitas sosial. Interaksi simbolik yangdi ketengkan Herbert Blumer mengandung pokok pandangan yang mengerucut pada proses interpretasi yang utama untuk pembentukan makna. Namun pada tataran faktual pemikiran Herbert Blumer menyimpan sejumlah ide-ide dsar yang dapat dirngkas menjadi beberapa varian antara lain : A) masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melaluitindakan bersama memebentuk “organisasi sosial”. B) interaksi terdiri dari berbagai kegiatan  manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain  , baik interaksi simbolik maupun interaksi non-simbolik . C) Objek-objek tidak memiiki makna yang intrinsik makna lebih merupakan produk interaksi simbolik .D) Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal mereka juga bisa mengenal diriyasebagai obyek. E) tindaka manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia .F)tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh angota-angota kelompok . hal inidisebut sebagai tindakan besama yang dibatasi oleh “organisasi Sosial” dari tindakan tindakan berbagai manusia dan jika sebagia besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil melahirkan kebudayaan dan aturan sosial  
Jika dideskripsikan secara padat , premis-premis tersebut membentuk bangunan teori “kesendirian” yang eksplisit. Maksudnya premis tersebut menginindikasikan suatu pandangan bawa diri (self) sang aktor tersebut memiliki “kedirian” dan dengan fakta ini ia dapat membuat dirinya (subyek) sebagai obyek yang tindakannya sendiri atau ia berindak menuju pada dirinya sendirinya sebagaimana ia dapat bertindak menuju pada tindakan orang lain. Hal ini mendorong  individu untuk  membuat indikasi terhadap dirinya dengan melakukak berbagai bentuk pemahaman dan penafsiran terhadap stimulus. Pada tataran ini terhadap satu varian yang sangat urgen dalam mediasi antara diri dan bentuknya yaitu bahasa. Dengan bahasa Diri (self)  sang aktor akan mampu untuk mengabtraksikan sesuatu yang berasal dari lingkungan realitas sosialnya, dan memeberikan makna  “membuatnya menjadi suatu obyek yang mampu teramati oleh dirinya”. Obyek pada ranah ini bukan hanya merupakan suatu bentuk rangsangan (stimulus) melainkan ia dibentuk oleh disposisi tindakan individu itu sendiri. Pada posisional ini seperti halnya dengan Geoerge  Herbert Mead , Herbert blumer juga memebrikan statemaen  bahwa bahasa merupakan suatu medium yang digunakan oleh manusia, sehingga dengan bahasa ia bisa memisahkan dirinya dari hewan. Hewan dalam percakapanya menggunakan gerakan ,sedangkan manusia mengambil peran yang lainan melalui hal ia dapat melihat diri sendiri sebagai obyek.
Namun bagaimana pun juga dalam konteks tersebut perlu ada pemahaman kritis mengenai makna yang perlu menerima antisipasi formal dari sebuah kehidupan atau realitas sosial yang sebenarnya. Oleh sebab itu diskursus universal adalah tujuan komunikasi yang formal. Jika komunikasi dapat dilakukan dan dibuat dengan sempurna maka akan sebuah jenis demokrasi , dimana masig-masing individu akan mengemukakan respon di dalam dirinya., bahwa ia mengetahui sesuatu yang ia serukan di dalam komunitas. Iatulah yang mebuat komunikasi di dalam arti yang signifikan sebagai roses yang mengatur dalam komunitas. Dari pandangan ini jelas posisi sangat mampu untuk mempengaruhi alur realitas sosial yang ada disekitarnya dan begitu pula sebaliknya realitas sosial mampu juga mempengaruhi diri (dialetik mutualis). Hal ini secara subtansial menjadi anatomi teoritik dari interaksionalisme simbolik. Terlebih lagi jika ditelusuri secara dialetik premis-premis yang di sampaikan Blumer memberikan arah baru munculnya beberapa asumsi laten yang bisa memandu ke arah prespektif interaksionalisme simbolik yang lebih integratif. Beberapa asumsi laten tersebut antara lain :
a) Manusia merupakan mahluk yang unik karena memiliki kompetensi yang bisa mengunakan simbol-simbol.
b) Manusia secara distingtif menjadi mahluk sosial melalui interaksi yang dilakukanya.
c) Manusia memiliki kemampuan dan kesadaran untuk  melaukakn refleksi diri kemampuan ini yang ada pada ahirnya membentuk khazanah pengetahuan yang dimlikinya.
d) Manusi merupakan mahluk yang memiliki tujuan, betindak dan dalam menyesuaikan terhadap situasi.
e) Masyarakat terdiri dari subyek (diri) yang terlibat dalam interaksionalisme simbolik.
f) Untuk dapat memahami tindakan sosial diri sang aktor,peneliti memerlukan metode ang dapat mengungkapkan makna-makna yang ada dibalik tindakan sosial tersebut.
Menurut Herbert Blumer bahwa kediria (self) di konstruksikan melaliu interaksi, namun faktualnya terbentuknya kedirian(self) melalui beberapa tahap. Yaitu:
Tahap awalnya, individu menginternalisai objek. Seorang individu secara sadar memahami tempat realitas tempat dia berhubungan dan berusaha melepaskan diri dari tekanan. Ketika individu menginternalisai obyek fisik dan menguasai obyek tersebut menjadi  bagian dari pengalaman batinnya. Tahap berikutnya suatu proses transmisi terjadiketika individu merealisasikan ,bahwa ia juga merupakan obyek bersama dengan obyek lain di lingkungannya.
Dari deskripsi tesebut jelas para interaksionis simbolik yang mengelaborasi pandangan bahwa diri(self) merupakan aktor sosial berpendapat bahwa  peran “dapat dinegosiasikan” atau didefinisikan secara kolektif. Para aktor menyesuaikan pertunjukan peran mereka sesuai dengan tuntutan situasi dan orang lain yang hadir sebagaimana di presepsikanya. Artinya para aktor dapat memiliki diri ang berbeda sebanyak mereka berinteraksi dengan kelompok yang berbeda selama pendapat kelompok tersebut menjadi urusanya.  Dengan arus yangdemikian para aktor akan saling menyesuaikan diri merekauntuk membentuk suatu komunitas keseragaman. Bisa juga proporsi yang demikian terjadi pada unit-unit tindaka yang terdiri atas sekumpulan para aktor tertentu yang saling menyesuaikan atau saling mencocokan tindakan mereka melalui proses interpretasi. Pada  arusini, para aktor tersebutat ahirnya membentuk kelompok yang didalamnya merupakan serangkaian diri (self) yang mempunyai kesaman yang saling berdekatan dan terlibat dalam satu tujua :sehingga  tindakan kelompok  ini merupakan tindakan kolektif dari para aktor yang tergabung ke dalam kelompok tersebut. Penjelasan ini berdasarkan lima asumsisebagai berikut :
Asumsi 1
Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol-simbol. Manusia memberikan tanggapan simbol-simbol itu seperti juga ia memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik, misalnya terhadap panas dan dingin.pengertian dan penghayatan terhadap simbol-simbol yang tak  erhitung jumlah  itu merupakan hasil pelajara dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Bukan sebagai hasil rangsangan bersifat fisik. Simbol-simbol dapat divisulkan. Tetapi keistimewaan manusa terletak pada kemampuanya untuk mengkomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui kemampuan bahasa. Kemampuan berkomunikasi ,belajar serta memahami makna dari berbagai simbl itu merupakan seperangkat kemampuan yang membedakan manusia dengan binatang. Kemampuan inilah yang menjadi pokok [erhatian analisi sosiologi dan teori interaksionalisme simbolik.
Asumsi 2
Melalui simbol-simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain dengan cara yang berbeda dari stimulus yang diterima dari orang lain. Untuk memahami asumsi ini diperlukan dikemukakan endapat mead yang membedakan antara tanda-tanda ilmiah( Natural sign) dan simbol-simbol yang mengandung makna(significant symbols) . contohnya air bagi orang haus, Significant symbols tidak harus menimbulkan reaksi yang sama bagi setiap orang. Aktor yang memakai simbol tertentu akan memeberikan arti terhadap simbol tertentu dakam pikiranya, namun si penerima simbol belum tentu menghubungkan nya dengan arti yang sama kepadanya. Satu hal yang perlu menjadi perhatian di sini adalah bahwa simbol komunikasi adalah merupakan proses dua arah, diamana kedua pihak saling memberikan makna atau arti terhadapap simbol-simbol tertentu. Komunikasi anatar manusia berjalan wajara apabila ada . Dengan menetapkan diri kita pada posisi orang lain itu kita mencoba memahami bagaimana satu kelom[ok sebagai suatu keseluruhan akan menghadap simbol-simbol yang unggul selama proses komunikasi berlangsung.
Asumsi 3
Melalui komunikasi simbol-simbol dapat di pelajari sejumlah besar arti dan nilai-nilai, dan karena itu dapat di pelajari cara-cara tindakan orang lain. Krena simbo-simbol adalah bagian sentral dari kehidupan manusia dan kaena simbol adalah suatu peringatan yang di pelajari, maka manusia harus dan dapat mempelajari arti simbo-simbol yang tak terhitung jumlahnya. Begitu pula karena pengetahuan dapat di komunkasikan melalui simbl-simbol maka manusia dapat memperoleh sejumlah besar informasi. Dalam mempelajari simbol dan menyimbolkan maka manusia belajar melakukakn tindakan , secara bertahap.
Asumsi 4
Simbol, makna sarta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam bagian-bagia yang terpisahkan, tetepi selalu dalam bentuk kelompok, yang kadang-kadang luas dan kompleks. Artinya terdapat satuan-satuan kelompok yang mempunyai simbol-simbol yang sama. Atau kalau di pandang dari segi simbol , akan ada simbol kelompok.
Asumsi 5
Berpikir merupakan suatau proses pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis yang untuk mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang, menaksir keuntungan dan kerugian relatif menurut penilaian individual , dimana satu diantaranya dipilih untuk dilakukan. Perlu tekankan disisni bahwa asumsi ini merupakan titik perbedaan yang paling kontras antara pandangan interaksionalisme simbolik dengan pandangan behaviorisme, dimana behaviorisme mengabaikan pandangan yang demikian.
Herbert Blumer berpandangan bahwa dalam percakapan internal terkandung didalamnya pergolakan batin unsur “I” (pengalaman dan harapan) dengan unsur “ME” (batasan-batasan moral) diri (self) merupakan manivestasi dari konflik antara “ME” yang socialized dengan harapan dan sesuatu ang ideal yang muncul ketika interaksi sosial berlangsung. Pandangan diri aktor lain terutama yang memiliki kedekatan akan mempengaruhi citra dari dan tindakan diri sang aktor. Citra diri dan idealisme yang dipertahankan diri sang aktor tentang suatu perilaku yang pantas merepresentasikan sikap dan nilai diri tersebut. Partikel kata “perilaku yang pantas “ memepunyai korelasi yang kuat dengan proporsi umum (deduksi )”I” yang diri sang aktor akan memepekajari kultur atau sub kultur realitas sosialnya ,sehingga ia mampu memprediksi tindakan anatara sesamanya sepanjang waktu dan meng eksploitasi tindakan nya sendiri untuk memprediksi tindakan orang lain  .
Analisis  Herbert Blumer semakin menukik tajam dalam melihat sisi interaksi diri sang aktor terlebih ketika melihat sisi medium yang di gunakan di dalamnya yaitu bahasa dan isyarat. Sebab secara gamblang dapat dikatakan interaksionalisme simbolik dilakukakn dengan mengunkan bahasa , sebagai satu-satunya simbol yang terpenting, dan melalui isyarat. Simbol bukan merupakan suatu fakta yang sudah jadi , simbol berada dalam proses yang kontinu dan secara terus-menerus dalam proses “menjadi”. Artinya medium perlu secara gamblang untuk mengambarkan “kesepahaman”pada makna yang muncul.
Dengan demikian Blumer memeberikan istilah pada perspektif ini dengan term interaksionalisme simbolik , makna fokus pemikiran yang muncul terdiri atas dua konsep yaitu simbol dan interaksi ,simbol mengacu pada setiap obyek sosial (misalnya benda fiik, isyarat ,atau kata)yang berdiri di tempat atau mewakili sesuatu yang lain. Simbol adalah ciptan unik manusia Interaksi menyoroti pentingnya komunikasi interpersonal dalam transmisi makna simbol.
Disisi lain dari asumsi tersebut terdapat prinsip-prinsi dasar interaksionalisme simbolik , yaitu
1. Manusia memiliki kemampuan berfikir yang dibentuk oleh interaksi sosial.
2. Manusia belajar tentang simbol sosila berasal dari interaksi sosial.
3. Manusia dapat mengubah makna dan simbol yang merek gunakan dalam interaksi, dengan menafsirkan situasi (realitas )yang mengitarinya.

Dari prinsip inilah cantolan filosofis interaksionalisme simbolik dapat terlacak. Erutama dalam melihat perilaku sosialdimana ia mengunkan perspektif filsafat pragmatisme sebagai kacamata untuk memberikan pemahaman tentang perilaku sosial. Dengan nilai filosofis ini memebentuk pandangan dalam anatomi interksionalisme simbolik bahwa diri(self) secara sadar memahami lingkungannya, mengunakan pndangannya untuk memahami dunia sekitar dan perilaku sosial memiliki karakter simbol. Dengan demikian terdapat interaksi yang sinergi anatar diri (sel) sang aktor dan lingkungan nya dalam proses pembentukan identitas diri.
Secara lebih ringkas , seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa Blumer secara pasif telah mengembangkan interaksionalisme simbolik dengan pandangan-pandangan yang cukup filosofis sekaligus prakstis. Salah satu usaha yang di lakukakn herbrtBLumer yang cukup siknifikan terhadap perkembangan interaksionalisme simbolik adalah bentuk usaha mengembangkan lebih lanjut gagasan George Herbert Mead dengan mengatakan bahwa ada liama konsep mdasar dalam interaksionalisme simbolik :
1. Konsep tentang diri (self) memandang manusia bukan semata-mata organisme yang begerak di bawah pengaruh stimulus baik dari luar maupun dari luar, melainkan organisme yang sadar akan dirinya, ia mampu memandang diri sebagai objek pikiran dan bergaul atau interaksi dengan dirinya sendiri.
2. Konsep perbuatan (action), karena perbuatan manusia dibentuk dan dalam melalui proses interaksi dengan dirimya sendiri, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak mahluk selain manusia. Manusia menghadapi berbagai persoalan kehidupanya dengan beranggapan bahwa ia tidak dikendalikan oleh situasi, melainkan merasa diri atasnya.manusia kemudian meracang perbuatanya. Perbuatan manusia itu tidak semata-mata sebagai reaksi biologis melainkan hasil konstruksinya.
3. Konsep objek (object), memandang manusia hidup di tengah-tengah objek. Objek itu dapat bersifat fidi seperti kursi ataukayalan berbentuk abstak seoerti konsep kebebasan atau agak  kabur seperti ajaran filsafat. Inti dari objek itu tidak ditentukan oleh ciri-ciri intrinsuknya melainkan oleh minat orang dan arti yang dikenakan pada objek-objek.
4. Konsep interaksi sosial (social interaction), interaksi berarti bahwa setiap peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara metal kedalam posisi orang lain. Dengan berbuat demikian manusia mencoba memehami maksud aksi yang dilakukan oleh orang lain. Sehingga interaksi dan komunikasi dimungkinkan terjadi. Interaksi itu tidak hanya tejadi melalui gerak-gerik saja malainkan terutama terjadi melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan di mengerti makna nya. Dalam interaksi simbolik orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerik orang lain dan bertindak sesuai makna itu.
5. Konsep tindakan bersama (joint action), artinya aksi kolektif yang lahir dari perbuatan masing-masing peserta kemudian mecocokan dan disesuaikan atas satu sama lain. Iti dari konsep ini adalah penyerasian dan peleburan banyaknya arti , tujuan pikiran dan sikap.

B.2 Analisis Masalah
Dalam menganalisis masalah kelompok kami menggunakan analisis deduktif. Dimana dalam proses penulisannya kami mempelajari interaksionalisme simbolik dari Hebert Blumer terlebih dahulu baru kemudian kami kaitkan dengan masalah yang terjadi di masyarakat.
Berdasarkan teorti Blumer khususnya mnegenai tiga premis yang membahas tentang makna, jika dianalisis secara mendalam dan dikaitkan dengan masalah yang terjadi di masyarakat, kami menemukan suatu permasalahan yakni :
1. Mengenai premis pertama, dimana manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Di masyarakat premis ini bisa kita kaitkan dengan permasalahan mengenai bahaya dari mengonsumsi minuman keras, serta hukum mengonsumsinya bersifat haram.
2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Di premis kedua ini dapat kita ketahui bahwa sebuah makna atau simbol dari seuatu itu kita dapatkan atau kita peroleh dari proses interaksi dengan orang lain, mengenai masalah diatas seorang individu mengetahui hukum dan bahaya dari minuman keras bagi dirinya melalui proses interaksi, seperti halnya interaksi seorang murid dengan guru yang menjelaskan tentang hukum dan bahaya dari minuman keras bagi dirinya. Interaksi saat individu mengikuti sosialisasi tentang hukum dan bahaya mengonsumsi minuman keras tersebut. Jadi dapat kita simpulkan bahwa suatu makna atau simbol tertentu tidak serta merta muncul dari obyek tersebut, namun suatu makna timbul melalui proses interaksi.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan saat interaksi sosial sedang berlangsung. Pada premis ini,  jika kita kaitkan dengan permasalahan diatas, maka dapat kita ketahui bahwa suatu makna dikatakan sempurna pada saat interaksi yang menyangkut tentang makna tersebut dilakukan. Misalnya seorang individu yang sudah mengetahui  bahaya dan hukum dari mengonsumsi minuman keras yang ia ketahui dari proses interaksinya dengan orang lain benar-benar menjauhi dan tidak mengonsumsi minuman keras tersebut, tetapi di sisi lain dengan perkembangan jaman yang mengikuti arus kebarat-baratan masih saja individu lain mengonsumsi minuman keras mengesampingkan efek sampingnya.


0 komentar

Posting Komentar