Selasa, 19 September 2017

Sumber Hukum Islam AL-QUR’AN DAN KEHUJJAHANNYA

Sumber Hukum Islam
AL-QUR’AN DAN KEHUJJAHANNYA

AL-QUR’AN
Al-Qur’an secara bahasa berarti bacaan, sedangkan ada juga sebutan bagi Al-Qur’an yaitu Al-Kitab yang berarti tulisan, dan sudah menjadi umum diajaran Islam untuk menyebut Al-Qur’an dengan sebutan Kalam Allah Swt. yang diturunkan dengan perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. dengan kata-kata berbahasa Arab dan dengan makna yang benar, agar menjadi hujjah (dasar pemikiran) bagi Rasulullah Saw. dalam pengakuannya sebagai Rasulullah, juga sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman oleh umat manusia dan sebagai amal ibadah bila dibaca. Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wahyu, didalam bahasa Arab, kalimatnya pun dari Allah Swt. Membaca inilah yang dimaksud membacanya itu beribadat. Hal ini berbeda dengan Hadist. Sebab hadist  itu merupakan wahyu Allah Swt. tetapi lafal dan kalimatnya dari Nabi Muhammad Saw. sendiri.  Yang dimaksud membaca disini, ya sekadar membaca itu saja sudah mendapatkan pahala, sudah dianggap beribadat. Membaca lambat atau cepat, lancar atau tidak lancar, paham maknanya ataupun tidak.  
AL-QUR’AN DITURUNKAN DALAM BAHASA ARAB
Asy-Syafi’i mengemukakan : “Dan termasuk keseluruhan ilmu dengan Kitabullah itu ialah mengetahui bahwa semua  yang didalam Kitabullah itu sesungguhnya diturunkan dalam bahasa Arab”. Beliau pun mengemukakan dalil Al-Qur’an sebagai berikut :
(QS. Al-Fushshilat [41]:41)
“Dan Jikalau kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentunya mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” apakah (patut Al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang  yang tidak  beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.””
Selain ayat diatas, masih banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kebahasaaraban Al-Qur’an diantaranya : QS. An-Nahl [16]: 103 ; QS. Al-Syu’ara [26]: 193-195 ; QS. Yusuf [12]: 2 ; QS. Thaha [20]: 113 ; QS. Al-Ahqaf [46]: 12 ; QS. Al-Zumar [39]: 28

1. KEHUJJAHAN AL-QUR’AN
Abd. Wahab Khallaf mengemukakan tentang kehujjahan Al-Qur’an dengan ucapannya sebagai berikut :
“Bukti bahwa Al-Qur’an menjadi hujjah atas manusia yang hukum-hukumnya merupakan aturan-aturan yang wajib bagi manusia untuk mengikutinya, ialah karena Al-Qur’an itu datang dari Allah, dan dibawa kepada manusia dengan jalan yang pasti yang tidak diragukan kesahannya dan kebenarannya. Sedang bukti kalau Al-Qur’an itu datang dari Allah Swt., ialah bahwa Al-Qur’an itu membuat orang tidak mampu membuat atau mendatangkan seperti Al-Qur’an.”
Manusia tidak akan mampu menyusun satu ayat pun sebagaimana ayat Al-Qur’an, baik mengenai susunan dan keindahan bahasanya dan juga maknanya, lebih-lebih kepastian dan kebenaran akan isinya yang mutlak yang berlaku dan tidak bisa dipungkiri. Seperti yang telah Allah terangkan dalam QS. Al-Baqarah [2]: 23 dan QS. Ath-Thur [52]:33-34.

2. SEGI-SEGI KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
Kemukjizatan Al-Qur’an tidak dilihat dari segi lafalnya saja, tetapi juga makna dan isinya. Susunan bahasanya yang indah, dan dapat dibaca dalam segala keadaan, hingga kini tidak ada pula yang menghindarinya. Hal ini dapat dirasakan oleh mereka yang memahami bahasa Arab dengan baik. Al-Qur’an mengantar orang untuk memikirkan kejadian-kejadian disekitarnya, agar kita merenungkan sifat keilhaman dan kegunaan dari benda-benda disekeliling kita. Allah berfirman di dalam QS. An-Nisa[4] ayat 82:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya.”
Allah juga berfirman didalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.””(QS. Ali Imran[3]: 190-191)
Betapa sejarah modern telah membuktikan pernyataan Allah Swt. Al-Qur’an memberikan juga riwayat bangsa-bangsa yang lalu. Nabi Muhammad Saw. sendiri tidak pernah tahu riwayat-riwayat itu (QS. Hud[11]: 49). Disamping itu Al-Qur’an juga mengatakan tentang apa yang akan terjadi.
3. SEBAB-SEBAB TURUNNYA AL-QUR’AN
Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an, yang biasa disebut dengan asbabun nuzul, sangat penting dipandang dari dua segi:
a. Mengetahui ke-i’jazan Al-Qur’an itu pokoknya ialah mengetahui keadaan yang sesungguhnya ketika ayat itu diturunkan, diajukan kepada siapa.
b. Tidak mengetahui asbabun nuzul, dikhawatirkan orang akan terjatuh kepada perselisihan yang tidak ada gunanya dan semestinya.
Hasan berpendapat bahwa Allah tidak menurunkan ayat kecuali wajiblah bagi seseorang mengetahui didalam hal apa saja ia itu diturunkan dan apa maksud Tuhan dengan ayat itu, termasuk wajib diketahui pula bagaimana orang atau bangsa Arab ketika ayat itu turun.. Jelaslah kemukjizatan Al-Qur’an akan dapat diketahui dengan mengetahui suasana dan keadaan ketika ayat Al-Qur’an itu diturunkan, dan tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an akan menyebabkan keragu-raguan, bahkan yang jelas bisa menjadi samar, atau mengkin keliru sama sekali.

4. SIFAT-SIFAT HUKUM YANG TERDAPAT DIDALAM AL-QUR’AN
Umumnya hukum-hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an itu bersifat garis besarnya saja, tidak sampai kepada perincian yang kecil-kecil. Sekalipun demikian, ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam Al-Qur’an cukup lengkap. Hal ini dinyatakan oleh Allah Swt. dalam QS. Al-An’am[6]: 38: “Tiadalah kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab.”
Sebagaimana kita ketahui, dalil-dalil atau landasan pokok didalam Islam adalah Al-Quran, As-Sunnah, al-Ijma’ dan al-qiyas. Semua itulah yang akan menjelaskan Al-Qur’an, mula-mula As-Sunnah, kemudian al-Ijma’ dan kemudian Al-Qiyas. Semua ini landasannya juga terdapat didalam Al-Qur’an.
Jadi kesimpulannya, kebanyakan hukum yang terdapat didalm Al-Qur’an itu kulli(bersifat umum, garis besar, global), tidak membicarakan soal yang kecil-kecil (juz’i).

5. ASAS-ASAS HUKUM
Asas-asas hukum sebagai yang tercantum dalam Al-Qur’an ialah:
a. Tidak Memberatkan
Demikian firman Allah:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Nabi pun bersabda:
“Tidaklah Rasulullah disuruh memilih antara dua perkara kecuali beliau mesti memilih yang lebih mudahnya apabila didalam yang lebih mudah itu tidak dosa.” (HR. Bukhari)
b. Islam Tidak Memperbanyak Badan Atau Tuntutan
Artinya segala sesuatu yang ditentukan didalam Al-Qur’an, juga didalam As-Sunnah semua manusia mampu melakukannya.

c. Ketentuan-Ketentuan Islam Datang Secara Berangsur-Angsur
Contohnya, al-khamar mula-mula dikatakan oleh Allah, orang-orang tidak diperbolehkan shalat apabila dalam keadaan mabuk, kemudian dikatakan didalam al-khamar itu ada kemanfaatannya tetapi ada juga kemafsadatannya, akan tetapi kemafsadatannya itulah yang lebih besar. Akhirnya al-khamar sama sekali diharamkan.

6. POKOK-POKOK ISI AL-QUR’AN
a. Masalah tauhid, termasuk didalamnya segala kepercayaan terhadap yang ghaib.
b. Ibadat, yaitu kegiatan dan perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan didalam hati dan jiwa.
c. Janji dan ancaman, yaitu janji akan memperoleh kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. Janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka.
d. Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, yang berarti berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhaan Allah Swt.
e. Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, bai itu sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh maupun nabi-nabi utusan Allah Swt.

7. MACAM-MACAM HUKUM
Menurut Abd. Wahab Khallaf. Hukum yang dikandung Al-Qur’an itu terdiri dari tiga macam:
a. Hukum yang bersangkutan dengan keimanan (kepada Allah, malaikat, para nabi, hari kemudian, dan lain-lain.)
b. Hukum-hukum Allah yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c. Hukum-hukum yang bersangkut paut dengan ucapan perbuatan, transaksi (aqad) dan pengelolaan harta inilah yang disebut fiqhulqur’an, dan inilah yang dimaksud dengan Ilmu Ushul Fiqh sampai kepadanya.
Selanjutnya Abd. Wahab mengemukakan hukum-hukum amaliyah didalam Al-Qur’an terdiri atas dua cabang hukum, yaitu:
a. Hukum-hukum ibadah (mengatur hubungan antara manusia dengan Allah Swt.)
b. Hukum-hukum muamalah (mengatur huungan antara manusia dengan manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Hukum muamalah didalam hukum modern bercabnag-cabang sebagai berikut:
1) Hukum badan pribadi, tentang manusia didalam Al-Qur’an terdapat sekitar 70 Ayat(diistilahkan dengan al-ahwalusy syakhabiyyah)
2) Hukum perdata, yang menyangkut harta kekayaan ayat tentang ini sekitar 70 Ayat (al ahkamul madaniyyah)
3) Hukum pidana, sekitar 30 ayat (al ahkamul jinayyah)
4) Hukum acara, yaitu yang bersangkut paut dengan pengadilan, kesaksian dan sumpah, sekitar 13 ayat (al ahkamu murafa’at)
5) Hukum perundang-undangan yaitu yang berhubungan dengan hukum dan pokok-pokoknya, ayat tentnag ini sekitar 10 ayat (al-ahkamu dusturiyyah)
6) Hukum ketatanegaraan, yaitu hubungan antara negara-negara Islam  dengan negara bukan Islam. Ayat tentang ini sekitar 25 ayat (al-ahkamu dauliyyah)
7) Hukum ekonomi dan keuangan, ayat tentang ini sekitar 10 ayat (al-ahkamu istishadiyyah wal maliyyah)
8. Dalalah (ayat-ayat Al-Qur’an yang Qath’i dan Zhanni)
Nash-nash Al-Qur’an itu bila dilihat dari sudut cara datangnya adalah Qath’i, artinya pasti. Al-Qur’an dari Allah SWT. diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. dan oleh beliau disampaikan kepada umatnya tanpa ada perubahan ataupun penggantian. Ketika turun kepada Rosulullah, oleh beliau disampaikan kepada sahabatnya, lalu dicatat oleh para sahabat, dihafal dan kemudian diamalkan. Al-Qur’an ini tetap terpelihara sebagaimana telah dijamin oleh Allah SWT. seperti dalam QS. Al-Hijr [15]:9
a. Nash yang Qath’i Dalalahnya atas Hukuman
Yaitu nashnya menunjukkan kepada makna yang dapat dipahami secara tertentu, tidak ada pengertian selain daripada ayat yang telah dicantumkan.  Misalnya didalam QS. An-Nur[24]:2 yang artinya : “Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” Jelaslah deraan itu seratus kali, tidak ada pengertian yang lain. Jadi ayat ini qath’i.
b. Nash yang Zhani Dalalahnya
Yaitu yang menunjuk atas yang dipalingkan dari makna asalnya,kepada makna lain, seperti firman Allah Swt.: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” (QS. Al-Baqarah [2]:228). Quru’ tersebut dalam bahasa Arab mempunyai dua arti, karena itu ada kemungkinan yang dimaksud disini tiga kalisuci, tetapi juga mungkin tiga kali menstruasi. Jadi disini dalalahnya tidak pasti atas satu makna dari dua makna yang dimaksud.






0 komentar

Posting Komentar