Minggu, 14 Mei 2017

Riba

1.Pengertian Riba
Asal makna riba menurut bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa Inggrisnya usury/interest ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat. Dalam istilah linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Dalam istilah Fiqih, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil.  Baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam.  Menurut Hanafi dan Hanbali, barang yang berpotensi terkena riba adalah semua barang yang dapat dijual. Sedang menurut Syafi’i adalah barang yang dapat dimakan, adapun Imam Malik berpendapat bahwa yang berpotensi terkena riba adalah barang yang dapat dimakan dan tahan lama, sedangkan Ad-Dzahiri membatasi hanya pada barang yang disebut dalam hadis.
Menurut bahasa riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.Bertambah (Aziyaadatu), berasal dari kata “raba” yang sinonimnya : nama wa zada, artinya tumbuh dan tambah. karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.Berkembang, berbunga (Annaamu), karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan terhadap orang lain.
3.Berlebihan atau menggelembung, kata-kata ini berasal dari firman Allah dalam QS.Al-Haj ayat 5 yang artinnya “Bumi jadi subur dan gembur”.
Pengertian Riba Menurut Para Ahli Fiqih:
Pendapat para ahli fiqih berkaitan dengan pengertian riba, antara lain sebagai berikut. Menurut Al-Mali pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang atau komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbagan menurut syara’, ketika berakad atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya.
Menurut Abdul Rahman Al-Jaziri, pengertia riba adalah akad yang terjadi dengan pertukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya.
Pendapat lain dikemukakan oleh syeikh Muhammad Abduh bahwa pengertian riba adalah penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.

2.Macam-Macam Riba
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut:
a.Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contohnya tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.
b.Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
c.Riba Nasi’ah,  yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh: Aminah meminjam cincin 10 gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apabila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
d.Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh: Ahmad meminjam uang sebesar Rp 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp 30.000 maka tambahan Rp 5.000 adalah riba Qardh.
Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
•Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
•Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
•Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
•Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
•Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
•Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
•Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
•Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
•Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan.
•Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.          

3.Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual-beli merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan manusia, manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan orang lain. Oleh karena itu manusia melakukan transaksi, bahkan tidak ada hari yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karena transaksi merupakan kegiatan sehari-hari manusia, maka Allah menghalalkan jua-lbeli. Akan tetapi, jika manusia tidak cermat dalam memahami aturan islam tentang jual-beli, bisa-bisa manusia terjerumus kedalam transaksi yang riba. Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak, dan agama islam melarang hal semacam ini. Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
4.Hal-Hal Yang Menyebabkan Riba
a.Tidak sama nilainya
b.Tidak sama nilai ukurannya menurut syara’,baik timbangan, takaran ataupun ukuran
c.Tidak tunai di majlis akad

5.Sebab-sebab Haramnya Riba
1.Adanya nash dari Al Qur’an dan Al Hadits terkait pengharaman riba.
2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbangnya, seperti seseorang menukarkan uang kertas Rp. 10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp.9.950,00 maka uang senilai Rp.50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp.50,00 adalah riba.
3.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras uang miskin dari pada menolongnya.
4.Mencerobohi kehormatan seorang mu’min dengan mengambil berlebihan tanpa ada pertukaran.
5.Membatalkan perniagaan, usaha, kemahiran pengilangan dan sebagainya ini adalah karena cara mudah mendapatkan uang yang menyebabkan keperluan asasi yang lain akan terabaikan  dan terbengkalai.
6.Merugikan Dan Menyengsarakan Orang lain.
7.Orang yang meminjam uang kepada orang lain pada umumnya karena sedang susah atau terdesak. Karena tidak ada jalan lain, meskipun dengan persyaratan bunga yang besar, ia tetap bersedia menerima pinjaman tersebut, walau dirasa sangat berat. Orang yang meminjam ada kalanya bisa mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karena beratnya bunga pinjaman, si peminjam susah untuk mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan menambah kesulitan dan kesengsaraan bagi kehidupannya.
8.Pemakan riba akan dihinakan dihadapan seluruh makhluk, yaitu ketika dibangunkan dari kubur, ia seperti orang kesurupan lagi gila.

6.Ancaman Bagi Pelaku Riba
Riba diharamkan baik di dalam Al-Quran maupun hadis.
Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, kedua saksinya, mereka semua sama. (Matan lain: Ahmad: 13744) dalam hadis tersebut dikatakan dengan jelas tentang laknat bagi pelaku riba. Ancaman bagi orang yang melakukan praktik riba, bahwa riba memang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pelakunya, tetapi suatu saat tidak mendapatkan berkah dari Allah SWT.

7.Hukum Riba
Secara garis besar pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
a.Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda/ ad’afan muda’afa, karena yang diharamkan al-Qur’an adalah riba yang berlipat ganda saja,  yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenanya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.
b.Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam Islam, baik besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. riba yang berlipat ganda/ ad’afan muda’afa haram hukumnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutup pintu ke Riba yang lebih besar (haramun lisyadudzari’ah).

0 komentar

Posting Komentar