Minggu, 14 Mei 2017

Sejarah, Pengertian, Hukum, Macam-macam, Hikmah diharamkannya Riba

A.SEJARAH RIBA
    Dalam pemahaman sederhana, riba adalah kegiatan ekonomi yang mengambil bentuk pembungaan uang.
Plato, seorang filsuf Yunani (427-327 SM  termasuk orang yang mengutuk pembungaan uang. Dalam literatur Barat, riba disebut unsury atau interest. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Solon, peletak dasar Undang-Undang Athena, yang juga dikenal sebagai salah seorang dari tujuh orang bijak pada waktu itu. Aristoteles juga termasuk orang yang anti pembungaan uang. Menurutnya, fungsi uang yang utama adalah memperlancar arus perdagangan. Dengan demikian uang mempermudah manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Bukan hanya Islam yang mengutuk praktik riba, agama Yahudi dan Nasrani juga mengutuk pembungaan uang. Bahkan, kalangan anggota masyarakat Jahiliyah pun ada yang memandang riba sebagai tindakan tercela.
Riba dipraktikkan orang dibeberapa kota Arab pada masa Jahiliyah. Oleh karena itu, disebut juga riba jahiliah. Formulasi riba jahiliah adalah transaksi pinjam, meminjam dengan satu perjanjian, peminjam bersedia mengembalikan jumlah pinjaman pada waktu yang disepakati berikut tambahan.
Berdasarkan riwayat tentang praktik riba tersebut, dapat dicatat beberapa hal. Riba berkaitan dengan ketidaksanggupan peminjam mengembalikan utangnya pada waktu yang telah disepakati. Kemudian, muncul kesepakatan berikutnya berupa penundaan pembayaran utang dengan catatan, peminjam memberikan tambahan atas jumlah pinjaman ketika pelunasan. Kesepakatan ini disebabkan keadaan memaksa.

B.PENGERTIAN RIBA
Riba adalah menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat  pengembalian berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.
Riba secara etimologi bermakna ziyadh (tambahan). Secara linguistik, riba mempunyai arti tumbuh dan membesar.
Adapun secara terminologi, terdapat beberapa definisi riba dari para ulama, diantaranya sebagai berikut:
a.Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi mendefinisikan riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (padanan) yang dibenarkan oleh syariat atas penambahan tersebut.
b.Imam Nawawi mendefinisikan riba sebagai penambahan atas harta pokok karena adanya unsur waktu.
c.Menurut Abdurrahman Al-Jaziri yang dimaksud dengan riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.

C.HUKUM RIBA
Secara garis besar pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok yaitu :
1.Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda atau ad’afan muda’afa karena yang diharamkan alquran adalah riba yang berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadist tidak ada riba kecuali riba nasi’ah. Karenanya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.
2.Kelompok kedua: mengharamkan riba baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam islam, baik besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda atau ad;afan muda’afa  haram hukunnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutup pintu ke riba yang lebih besar (haramun lisyadudzari’ah).
D.MACAM-MACAM RIBA
Riba bisa diklasifikasikan menjadi empat: Riba Al-Fadhl, riba Al-yadd, riba An-nasi’ah, riba Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya
1.    Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram emas,maupun perak dengan perak.  Hal ini sesuai dengan hadist nabi saw. sebagai berikut:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
Artinya:“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
2.Riba Al-Yadd
 Riba Al-Yadd, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, si penjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. 
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
Artinya:“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)
3.Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:

عَنْ سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً

Artinya:“Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)”
4.Riba Qardhi
Riba Qardhi adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk transaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah SAW:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا
Artinya:“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi).
    Dengan demikian riba alam bab ini adalah kegiatan pembungan uang dalam berbagai bentuk, yang menurut pemahaman ulama tafsir dan fiqh hukumnya haram dalam kaitannya dengan bunga bank yang terdapat pada bank-bank konvensional.
Sebagian ulama berpendapat, macam riba yakni:
a.Riba Fadhli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya
b.Riba Qordhi, adalah pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya
c.Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual berpisah sebelum melakukan serah terima
d.Riba Naza’, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian
Ada beberapa pendapat tentang riba menurut 4 madzhab:
-Madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali yaitu riba an-nasi’ah adalah praktek hutang piutang dalam perbankan yang menyaratkan beberapa persen bunga dari pinjaman uang dimana sebagian dari bunga tersebut dikemudian hari dialokasikan kebeberapa rekening nasabah. Riba al-fadl adalah setiap bentuk jual beli dua barang ribawi yang menyertakan tambahan pada salah satunya dengan memandang kualitas masing-masing.
-Madzhab Syafi’i yaitu riba al-fadl adalah setiap praktek jual beli barang ribawi (dengan sistem barter) dengan menyertakan tambahan pada salah satu barang tersebut. Riba al-qordlu adalah riba tidak hanya berlaku pada barang ribawi saja melainkan keuntungan pada pihak yang berpiutang. Riba al-yad adalah setiap praktek barter barang ribawi yang man kedua belah pihak atau salah satunya masih menahan barang yang ditukar. Riba al-nasi’ah adalah jual beli barang ribawi (dengan sistem barter) secara kredit.
    Para imam madzhab sepakat tentang bolehnya menjual emas dengan perak, perak dengan emas yang tidak sama satu sama lainnya. Tidak boleh menjual gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, kecuali jika dilakukan dengan penakaran atau menimbang.
Benda-benda yang telah ditetapkan ijma keharamannya karena riba ada enam macam, yaitu:
Emas
Perak
Gandum
Syair
Kurma
Garam
    Hukum riba, mayoritas ulama mengharamkan setiap bentuk transaksi yang terdapat unsur riba berbeda dengan kalangan Hanafiyyah yang memahami bahwa akar kata riba adalah merupakan al-ziyadh (nominal  tambahan seperti bunga dan lain-lain).
E.RUANG LINGKUP RIBA DAN BUNGA BANK
1.RIBA
    Dengan pendekatan sosioekonomi dapat diketahui bahwa riba nasi’ah mempunyai karakter sebagai berikut:
a.Riba merupakan kegiatan ekonomi yang menyimpang dari asas kemanusiaan dan keadilan
b.Fenomena praktik riba membawa gambaran bahwa riba menghadapkan orang kaya dengan orang miskin
    Dari fenomena itu diketahui bahwa riba merupakan senjata efektif untuk mengembangkan kemiskinan dan penindasan orang kaya terhadap kaum lemah. Riba merupakan perjanjian berat sebelah, dan secara psikologis, riba memaksa satu pihak menerima perjanjian yang sebenarnya tidak didasarkan kerelaan. Al-Quran menyinggung keharaman riba secara kronologis diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah swt. Dalam surat Ar-Ruum ayat 39: 
 وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)
Artinya:“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Pada periode Madinah turun ayat yang seccara jelas dan tegas tentang keharaman riba, terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 130.[8]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Dan ayat terakhir yang memperkuat keharaaman riba terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279.[9]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
Artinya:
278.”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
279.“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak memperbolehkan pengembalian utang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada tambahan. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah perbuatan haram, termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam hadist lain keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya, tetapi semua pihak yang membantu terlaksananya perbuatan riba sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Muslim:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
Artinya:“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim).
Dalam al-Qur’an menurut para musafir proses pengharaman riba disyariatkan secara bertahap. Tahap pertama, Allah SWT menunjukkan bahwa riba bersifat negatif (Ar-Rum:39). Tahap kedua, Allah memberikan isyarat pada keharaman riba melalui kecaman terhadap praktik riba dikalangan masyarakat Yahudi (An-Nisa:161). Tahap ketiga, Allah SWT mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat ganda dengan larangan yang tegas (ALI Imran:130). Tahap terakhir Allah mengharamkan riba secara total dengan segala bentuknya (Al-Baqarah: 275, 276, 278).  Riba dalam al-Qur’an dapat dilihat dengan karakter sebagai berikut:
a.Riba menjadikan pelakunya kesetanan sehingga tidak dapat membedakan antara yang baik dsan yang buruk
b.Riba merupakan transaksi dengan tambahan yang dijanjikan didepan dengan dampak zulm, ditambah dengan adanya “lipat ganda”.

        Golongan ulama tafsir seperti Al-Jashas dan Ibnu Arabi berpendapat bahwa riba telah dikenal orang Arab ketika al-Qur’an turun, bahkan mereka telah melaksanakannya. Kedua ulama ini sependapat bahwa riba yang dilarang dalam al-Qur’an adalah riba yang formulasinya seperti dipraktikkan orang-orang Arab semasa Jahiliah.

Nahdatul Ulama menetapkan bahwa bunga bank mempunyai tiga hukum, yaitu:
1.Haram, sebab termasuk utang yang diambil dari bunga
2.Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang berlaku tidak begitu saja dijadikan syarat
3.Syubhat, sebab para ahli hukum masih berbeda pendapat tentang hukumnya.

2.    BUNGA BANK
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen. Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bank-bankkonvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.Bunga bank ini termasuk riba , sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif . Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu sebuah lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau berdasarkan syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai system bunga, sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system atau cara seperti itu dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a.Wadiah (titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa diterapkan oleh bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanah yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan.
b.Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya baik besar maupun kecil dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sama sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-fifty. Dalam mudharabah ini, bank tidak mencapuri manajeman perusahaan.
c.Musyarakah/ syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak bank dan pihak perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha patungan (joint venture.) karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
d.Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang pada hakikatnya ingin merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and purchase transaction). Dengan system ini, bank bias membelikan/menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas harga pembelinya. Syarat bisnis dengan murabahah ini ialah si pemilik barang dalam hal ini bank harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit margin) daripada cost plus-nya itu.
e.Qargh Hasan (pinjaman yang baik ataubernevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.
f.Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.
g.Bank Islam boleh pula mengelola zakat di Negara yang pemerintahnya tidak mengelola zakat secara langsung. Dan bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
a.Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
b.Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.
F.HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun yang di haramkan oleh Allah swt itu banyak mengandung mudharat. Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang terkandung dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al Banjary adalah:
1.Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengikis habis semangat kerjasama/saling menolong sesama manusia. Padahal semua agama terutama islam amat menyeru agar manusia saling tolong menolong. Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.Riba akan menimbulkan adanya mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan menimbun harta tanpa kerja keras, sehingga seperti pohon benalu yang hanya bias menghisap tumbuhan lain.
3.Riba merupakan cara menjajah. Karena itu orang berkata, “penjajahan berjalan dibelakang pedagang dan pendeta.Dankita telah mengenal riba dengan segala dampak negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4.Setelah semua ini, islam menyeru agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik, yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.

0 komentar

Posting Komentar